Minggu, 04 Desember 2016

TOLAK SEGALA BENTUK LEGALISASI PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DUMAI



Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dalam kerangka pengembangan wilayah, akan lebih efektif bila dilaksanakan secara bersama-sama dari seluruh stakeholder yang terkait baik di tingkat pusat maupun daerah. Otonomi daerah telah membuka peluang desentralisasi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Ini penting karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan banyak memiliki daerah terisolasi, miskin alat transportasi dan komunikasi, masih lemah sistem administrasi pemerintahannya, masih kurangnya kapasitas SDM, serta begitu banyaknya masyarakat yangmenmggantungkan kehidupan dannafkahnya pada sumberdaya pesisir dan laut. Dengan demikian, antara pemerintah dan masyarakat akan semakin dekat dan terpetakan berbagai masalah yang dihadapi sebagian besar masyarakat.
Pembangunan perekonomian daerah, terutama yang didasarkan pada sumberdaya wilayah pesisir dan laut dapat dilakukan dengan lebih baik dan memperhatikan kelestarian lingkungan, sehingga didapat konsep pembangunan yang berkelanjutan yaitu pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pembangunan yang berkelanjutan juga mengusahakan agar hasil pembangunan terbagi secara merata dan adil pada berbagai kelompok dan lapisan masyarakat serta antar generasi karena pembangunan  berkelanjutan  ini berwawasan lingkungan. Wilayah pesisir dan laut dengan segala karakteristiknya menjadi satu potensi yang patut dijaga dan dikembangkan sebagai sumber perekonomian daerah, sehingga dapat digunakan untuk ksejahteraan masyarakat.
Kota Dumai yang dikenal dengan wilayah pesisir nya saat ini sekitar ±25.000 M’ telah dimanfaatkan dibidang industry serta pergudangan baik cair maupun kering. Namun sayang pemanfaatan wilayah oleh Perusahaan Semi Pelat Merah (BUMN) serta Perusahaan swasta Asing maupun dalam negeri tidak memberikan konstribusi yang berarti dalam hal peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Dumai, hal ini telah berlansung 17 Tahun sejak Dumai memisahkan diri Kabupaten Induk yaitu Bengkalis. Kesalahan ada pada masyarakat Kota Dumai yang mana telah mempercayai sepenuhnya kepada Pemerintah Kota Dumai selaku Eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Dumai. Namun kepercayaan tersebut hanya disia-siakan oleh mereka selama ini.
Akhir tahun 2016 ini merupakan momentum bagi kita masyarakat Dumai untuk menyuarakan Hak untuk daerah kita melalui penolakan Revisi/ Perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang masih dibahas di Provinsi Riau saat ini. Sejak RTRW Kita No: 11 Tahun 2002 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Dumai disyahkan serta dilaksanakan tidak SATU RUPIAH pun kita masyarakat Dumai menikmatinya melalui Pendapatan Asli Daerah Kota Dumai.
Sejak disyahkan nya RTRW No.11 Tahun 2002 masyarakat kota Dumai hanya telah menikmati hasil yang paling berarti 2 kali dalam satu bulan yakni banjir air pasang selama 6 hari dalam satu bulan. Ini lah konstribusi yang dinikmati oleh masyarakat dumai sejak tumbuhnya industry serta jasa penyimpanan barang cair maupun kering disepanjang wilayah pesisir kota Dumai.
Sesuai dengan data Social Civil Society (SCS) temukan, dimana salah satu perusahaan semi Pelat Merah (Pelindo I Cabang Dumai) merupakan perusahaan yang dipercaya oleh pemerintah Pusat untuk mengelola wilayah pesisir dengan luas wilayah yang dikelola aktif saat ini ±80 Ha dan pasif ±26 Ha. Pelindo I Cabang Dumai meghasilkan pendapatan pada Tahun 2014 sebesar Rp.416 miliar, Sedangkan pada Tahun 2015 sebesar Rp.516 miliar dengan Laba  mencapai Rp.265 Miliar, asumsi untuk pendapatan Tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp. 603 Miliar dengan asumsi laba nya Rp.313 Miliar (Sumber;Pelindo Cabang Dumai). Namun sayang Kota Dumai hanya bisa mendengar serta melihat hasil yang pantastis tersebut.
Berdasarkan Data yang dimiliki oleh Social Civil Society (SCS), adanya rencana oleh Pelindo untuk melaksanakan kegiatan Reklamasi dilahan milik Pelindo seluas ±26 Ha dikelurahan Pangkalan Sesai pada tahun 2017 ini, jika RTRW Riau disahkan dengan perubahan Pasal Luas Kawasan Industri diwilayah Pesisir kota dumai ditambah porsinya sehingga luasan yang telah diatur didalam Perda RTRW No: 11 Tahun 2002 berpotensi akan direvisi oleh Pemerintah Kota Dumai bersama DPRD Kota Dumai pada tahun 2016 atau 2017.
Mungkin SCS menduga kenapa Walikota saat ini sangat ngotot melalui media beliau menyatakan untuk percepatan pengesahan Perda RTRW provinsi Riau. Bahkan yang sangat kami SCS terkejut rencana RTRW Dumai telah diusulkan Walikota Dumai kepada Pemerintah Riau, DPRD Riau serta Menteri Dalam Negeri. Dengan alasan kepastian hukum untuk para investor dalam hal berinvestasi dikota dumai.
Sangat disayangkan jika tujuan percepatan pengesahan APBD hanya orientasi nya untuk meyakinkan para Investor dalam berinvestasi di Kota Dumai. Harapan Kami tidak hanya bertujuan untuk itu saja, namun kepastian hukum dalam meningkatkan PAD Kota Dumai dengan hadirnya Kapitalis dalam Mengelola Wilayah Pesisir nantinya.
Besar harapan masyarakat Dumai kepada Pemerintah dan DPRD Dumai saat ini menjadi harapan palsu untuk pembangunan Kota Dumai kedepannya. Cukup sudah masyarakat Dumai menikmati Banjir Air Pasang atas ketidak pedulian Pemerintah terhadap masyarakatnya, cukup sudah masyarakat dengan penantian yang sungguh lama untuk terwujudnya air bersih dikota dumai namun berakhir dengan penyelidikan perihal pengadaan air bersih kota dumai yang menghabiskan APBD Dumai sebesar Rp. 113 Miliar.
Dengan ini SCS mengajak masyarakat untuk lebih aktif dalam menyikapi semua kebijakan pemerintah kedepan, salah satunya adalah “TOLAK SEGALA BENTUK LEGALISASI PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA DUMAI”. Hal ini bertujuan untuk menunjukan ketegasan kita bahwa dikota dumai masih mempunyai masyarakat yang peduli untuk keberhasilan kota dumai sampai anak cucu kita. Karena didalam peraturan perundang-undangan yang ada di Republik Indonesia sampai ini peran serta masyarakat dalam hal mengawal terlaksana sebuah peraturan tetap diatur, karena peran serta masyarkat dimaksud untuk penyeimbang dari kebijakan yang tidak pro terhadap pembangunan daerah maupun masyarakat daerah tersebut, sehingga tercapainya pembangunan daerah serta masyarakat kearah yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar