Kamis, 08 Desember 2016

GAMBARAN ABU-ABU PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA DUMAI

Semenjak Undang-Undang tentang Otonomi Daerah diterapkan persoalan kemampuan daerah secara ekonomi dan politis pun ramai diperbincangkan. Salah satu isu ekonomi yang menarik untuk didiskusikan dalam hal ini yakni seputar daya dukung sumber pendapatan daerah dalam menggantikan penerimaan yang diperoleh dari pemerintah pusat. Isu ini memang strategis mengingat pelaksanaan otonomi juga dapat diartikan sebagai kemandirian daerah dari sisi pembiayaan pembangunan.

Selama ini sumber penerimaan daerah terdiri dari sumbangan pemerintah pusat, pajak daerah dan penerimaan lain seperti laba perusahaan daerah. Dengan berkurangnya porsi subsidi pemerintah pusat, tidak ada jalan lain yang perlu dilakukan pemerintah daerah selain menggali dan mengotimalkan sumber pendapatan asli daerah. Yang menjadi persoalannya sekarang, mampukah daerah melakukannya mengingat keterbatasan sumber pendapatan daerah, khususnya bagi daerah yang miskin sumber daya alam? Jawabannya akan sangat tergantung pada proses “restrukturisasi” sumber-sumber penerimaan daerah. Saya katakan restrukturisasi sebab pemerintah daerah sebenarnya sudah mempunyai sumber-sumber pendapatan yang potensial namun pada saat ini berada dalam kondisi yang menyedihkan. Yang diperlu dilakukan pemerintah daerah saat ini yaitu ‘memolesnya’ kembali agar tampak molek dan cantik. Salah satu sumber pendapatan potensial yang perlu dipoles itu tidak lain perusahaan daerah atau dikenal dengan badan usaha milik daerah (BUMD).

Secara umum kondisi perusahaan daerah dapat dikatakan sama dengan apa yang dialami oleh kebanyakan BUMN kita. Persoalan BUMD kurang terekspos karena memang secara makro posisinya kurang strategis bila dibandingkan dengan BUMN. Dilihat dari misi pendiriannya, BUMN jelas memiliki peran yang sangat signifikan dalam mendukung perekonomian nasional. Sebegitu pentingnya, pemerintah pun perlu membuat kementrian khusus yang menangani BUMN. Akan tetapi dengan diberlakukannya UU tentang Otonomi Daerah tersebut, peranan BUMD harus mulai diperhatikan.

Bila dibuat pembandingan antara BUMN dan BUMD, akan terlihat kesamaan permasalahan di antara keduanya. Pertama, masalah efisiensi. Kebanyakan BUMD di Indonesia beroperasi di bawah kondisi yang sangat tidak efisien. Terjadi pemborosan dana di sana-sini karena para pengelolanya tidak memiliki keahlian yang cukup. Terkadang keputusan-keputusan manajerial berkaitan dengan investasi baru, penentuan tarif atau keputusan lain diambil secara tidak profesional. Pekatnya nuansa kolusi, korupsi dan nepotisme menandakan ketidakprofesionalan para pengelola BUMD tersebut. Di samping itu, inefisiensi BUMD juga bersumber dari pemanfaatan teknologi yang sudah ketinggalan jaman. Kebanyakan BUMD beroperasi dengan mesin-mesin peninggalan kolonial yang umurnya sampai saat ini sudah puluhan tahun. Bahkan ada mesin yang umurnya lebih tua dari karyawan yang paling tua sekalipun. Dengan kondisi ini, jelas beban pemeliharaan mesin tidak sebanding dengan output yang diperoleh dari mesin tua tersebut.

Kedua, masalah intervensi dan birokrasi. Bila saat ini banyak BUMD yang kalah bersaing dengan sektor swasta dan akhirnya tumbang di tengah jalan, salah satu penyebabnya adalah besarnya campur tangan dan lambannya pemerintah daerah dalam mengantisipasi perubahan situasi dan kondisi bisnis. Selama ini semua keputusan bisnis baik yang bersifat strategis maupun keputusan-keputusan konvensional lainnya harus selalu ijin kepada pemerintah. Repotnya, respon pemerintah seringkali, bahkan dapat dikatakan selalu, lambat. Maklum, sekali lagi berurusan dengan birokrasi. Pemerintah akan selalu "mempertimbangkan", "menampung", lalu "membahas" usulan para direksi perusahaan daerah. Keputusannya akan diberitahukan kemudian, bisa dalam hitungan bulanan atau bahkan tahunan. Bisa dibayangkan, jika suatu BUMD mengajukan proposal investasi mesin baru saat ini dan keputusan "ya" atau "tidak" baru datang setahun kemudian.

Ketiga, pengendalian dan pengawasan. Selaku pemilik, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk mengawasi perkembangan BUMD-BUMD di wilayahnya. Pemerintah daerah biasanya membentuk badan pengawas, yang bertindak seperti dewan komisaris pada perusahaan swasta. Anggotanya terdiri dari para pejabat di lingkungan pemda, yang terkadang tidak mempunyai latar belakang bisnis sama sekali. Biasanya, badan pengawas ini tidak melakukan kegiatan sesuai tugas dan fungsinya, yaitu selaku wakil pemerintah daerah untuk mengawasi jalannya perusahaan daerah. Para anggota badan pengawas rata-rata menyatakan tidak sempat memikirkan perkembangan usaha daerah, karena sudah sibuk dengan tugas dalam jabatan formalnya sendiri-sendiri. Tetapi, ironisnya mereka senang-senang saja menerima "gaji" dari jabatan tersebut. Dalam kondisi seperti ini, posisi perusahaan daerah seakan-akan menjadi anak ayam yang berusaha hidup dan mengais-ngais makanan tanpa tuntunan sang induk.     

Bagaimana dengan Perusahaan Daerah Di Dumai, Saat ini PT. Pembangunan Dumai yang paling bisa diharapkan untuk mendorong pembangunan ekonomi di Kota Dumai serta sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) Kota Dumai, dimana pada tahun 2014 Pemerintah Kota Dumai telah mengalokasikan penyertaan modal sebesar Rp. 28 Miliar melalui Perda Kota Dumai Nomor : 1 Tahun 2014. Saat ini PT. Pembangunan Dumai telah memiliki bidang usaha yaitu Industri Ready Mix, yang tujuan nya adalah untuk Pengendalian Mutu/Kualitas Pembangunan Daerah dimana diharapkan PT Pembangunan Dumai dapat berperan aktif memberi layanan pengujian mutu beton. Namun PT. Pembangunan Dumai belum memanfaatkan secara maksimal atas kepemilikan sebidang tanah seluas 51Ha dikelurahan Pelintung kecamatan Medang Kampai.

Namun yang paling disayangkan adalah keberadaan PT. Pelabuhan Dumai Berseri, dimana perusahaan Milik Daerah ini dapat dikatakan Hidup Segan Matipun Takut. Manajerial yang tidak transparant selama pengelolaan nya serta tidak membaca ancaman maupun tantangan yang terjadi dikedepan harinya membuat perusahaan ini tergusur oleh perusahaan PT Pelabuhan Tiga Bersaudara sesuai dengan SK MenHub No. KP 1161 Tahun 2012 Tentang Pemberian izin kepada PT Pelabuhan Tiga Bersaudara untuk menyelenggarakan pelayanan jasa pemanduan pada perairan terminal khusus PT Sari Dumai Sejati, terminal khusus PT Semen Padang dan terminal khusus PT Pacific Indopalm Industries di perairan wajib pandu kelas I Dumai. Sebelumnya PT. Pelabuhan Tiga Bersaudara ini merupakan mitra kerja sama PD. Pelabuhan Dumai Bersemai dengan system bagi hasil yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama yang terlah di sepakati oleh kedua belah pihak pada 17 Juni 2005 dan selesai pada tahun 2010. Sayang nya PD. Pelabuhan Dumai Bersemai serta Pemerintah Kota Dumai telah terlena dengan kerja sama yang telah dibangun dengan PT. Pelabuhan Tiga Bersaudara.

Social Civil Society (SCS) yang telah lahir pada tahun 2008 sangat menyayangkan atas beralihnya pengelolaan jasa kepelabuhan khusus nya dibidang kepanduan. Saat ini baik Pemerintah Kota Dumai, PT. Pelabuhan Dumai Bersemai serta Pihak Legislatif hanya berdiam diri. Apakah karena telah tersandera oleh kepentingan atas dugaan korupsi penyimpangan jasa pandu, jasa tunda dan jasa labuh yang dikelola Perusahaan Daerah Pelabuhan Dumai Bersemai (PD PDB) yang saat ini telah berubah menjadi PT. Pelabuhan Dumai Bersemai.

Masih terbayang didepan mata kejadian tahun 2002-2003, meski setitik darah yang mengalir dari pelipis mata salah satu mahasiswa yang menuntut bagi hasil dari pelindo dumai baik yang ada didarat pesisir maupun laut pesisir. Sehingga membuah kan hasil yakni pelindo memberikan bagi hasil kepada pemerintah kota dumai seperti hak darat melalui tiket masuk pelabuhan dan hak laut jasa pandu dan tunda. Setelah terbitnya SK MenHub No. KP 1161 Tahun 2012 dan mulai nya penyelidikan pada tahun 2014 oleh Kajati Riau perihal terciumnya aroma dugaan korupsi di PD. Pelabuhan Dumai Bersemai, tidak ada gerak khusus maupun upaya dari PT. PDB, Executif maupun Legislatif di Kota Dumai untuk bersama mengambil kembali jasa kepelabuhan tersebut. Yang ada hanya saling tuding serta cuci tangan saja.

Tahun 2016 ini merupakan momentum paling tetap untuk Kota Dumai menuntut Konstribusi atas pengelolaan Wilayah Pesisir kepada Pihak yang berkepentingan diwiliayah pesisir. Namun SCS kembali menyayangkan atas ketidak seriusan Pihak Eksekutif dan Legislatif dalam membaca peluang ini. Aroma yang tercium oleh SCS saat ini adalah Eksekutif dan Legislatif diduga telah menyia-nyiakan peluang yang ada saat ini. bukan menuntut konstribusi kepada pihak Kapitalis yang sangat besar kepentingan mereka diwilayah pesisir kota dumai. Sebaliknya diduga bersepakat untuk melegalisasi perusakan wilayah pesisir. Bahkan eksekutif dan legislatif serta pihak kapitalis diduga berencana mengubah wilayah permukiman serta perkantoran menjadi Pergudangan dan tangki timbun.
Dari data yang kami miliki saat ini Pelindo I Cabang Dumai akan melaksanakan kegiatan reklamasi pantai seluas 26 Ha di kelurahan Pangkalan Sesai Kec. Dumai Barat, jika syarat legalisasi nya telah disahkan pihak terkait.

Inilah gambaran abu-abu yang dirasakan Kota Dumai, Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak bertambah bahkan makin berkurang, BUMD yang ada Hidup Segan Mati Tidak Mau. Tahun 2016 Melepas maka peluang yang ada pada Tahun 2022.(red.emen)

Minggu, 04 Desember 2016

Menhut LH dan Sekda Dumai Bahas Persoalan Karhutla dan RTRW

Sumber berita: http://m.klikriau.com/read-16395-2014-11-25-menhut-lh-dan-sekda-dumai-bahas-persoalan-karhutla-dan-rtrw.html.

DUMAI (klikriau.com) - Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Menhut LH) RI, Siti Nurbaya didampingi Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman saat melakukan kunjungan kerja ke Kota Dumai pada Selasa lalu sempat membahas persoalan Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan) serta RTRW Kota Dumai.

Kedatangan rombongan Menhut LH disambut Sekretaris Daerah Kota Dumai, H Said Mustafa dibandara pinang kampai. Hadir juga pada kesempatan itu Wakil Ketua DPRD Dumai, H Zainal Abidin, Wakapolres Dumai, Kompol Arif Ritonga, Dandim 0303 Bengkalis, Sat Radar Dumai, Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Dwi Oristiawan, Kepala KLH Dumai, Bambang Suryanto dan lainnya.

Begitu turun dari pesawat, Menhut LH dan rombongan langsung melangkah menuju keruangan VVIP Bandara Pinang Kampai Dumai, didalam ruangan Menhut LH tampak memberikan arahan kepada Sekdako terkait Antisipasi Kebakaran Hutan Dan Lahan (Karhutla).

Selain itu, Sekda dan Menhut LH sempat membahas persoalan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Dumai yang hingga kini belum juga disahkan.

Usai mengelar pertemuan diruang VVIAP bandara, kepada wartawan, Menhut LH, Siti Nurbaya mengatakan, tujuannya ke Dumai untuk melakukan koordinasi dengan Pemerintah dan instansi lainnya terkait persoalan hutan, terutama persoalan kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di Riau dan Dumai khususnya.

"Menurut saya untuk mencegah terjadinya Karhutla Pemerintah dan Instansi terkait lainnya harus melakukan pengawasan serta penegakan hukum. Saya menilai pengawasan dan penegakan hukum dapat mengantisipasi terjadinya Karhutla di Riau khususnya di Kota Dumai," ujarnya.

Sementara, Sekretaris Daerah Kota Dumai, H Said Mustafa mengatakan bahwa Pemerintah melalui instansi terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) akan terus melakukan upaya-upaya pencegahan Karhutla.

Masyarakat juga diminta berperan aktif dalam memberikan informasi, jika melihat titik api segera melaporkannya ke BPBD agar segera dilakukan pencegahan dini untuk menghindari meluasnya Karhutla.

Menurut Sekda, selain membahas persoalan Karhutla, pihaknya juga sudah menyampaikan beberapa persoalan terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Dumai.

"Selain membahas persoalan Karhutla, tadi juga dibahas persoalan RTRW Kota Dumai," ujar Sekda

Menurut Sekda, Perda RTRW Kota Dumai sudah selesai dibahas oleh DPRD Kota Dumai, saat ini dokumen RTRW sudah diserahkan ke Gubernur. Maka dari itu dalam waktu dekat kita akan mediasi dengan pihak propinsi untuk menyelesaikan persoalan RTRW Kota Dumai.*dika
Sumber berita: http://m.klikriau.com/read-16395-2014-11-25-menhut-lh-dan-sekda-dumai-bahas-persoalan-karhutla-dan-rtrw.html.
DUMAI (klikriau.com) - Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Menhut LH) RI, Siti Nurbaya didampingi Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman saat melakukan kunjungan kerja ke Kota Dumai pada Selasa lalu sempat membahas persoalan Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan) serta RTRW Kota Dumai.

Kedatangan rombongan Menhut LH disambut Sekretaris Daerah Kota Dumai, H Said Mustafa dibandara pinang kampai. Hadir juga pada kesempatan itu Wakil Ketua DPRD Dumai, H Zainal Abidin, Wakapolres Dumai, Kompol Arif Ritonga, Dandim 0303 Bengkalis, Sat Radar Dumai, Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Dwi Oristiawan, Kepala KLH Dumai, Bambang Suryanto dan lainnya.

Begitu turun dari pesawat, Menhut LH dan rombongan langsung melangkah menuju keruangan VVIP Bandara Pinang Kampai Dumai, didalam ruangan Menhut LH tampak memberikan arahan kepada Sekdako terkait Antisipasi Kebakaran Hutan Dan Lahan (Karhutla).

Selain itu, Sekda dan Menhut LH sempat membahas persoalan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Dumai yang hingga kini belum juga disahkan.

Usai mengelar pertemuan diruang VVIAP bandara, kepada wartawan, Menhut LH, Siti Nurbaya mengatakan, tujuannya ke Dumai untuk melakukan koordinasi dengan Pemerintah dan instansi lainnya terkait persoalan hutan, terutama persoalan kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di Riau dan Dumai khususnya.

"Menurut saya untuk mencegah terjadinya Karhutla Pemerintah dan Instansi terkait lainnya harus melakukan pengawasan serta penegakan hukum. Saya menilai pengawasan dan penegakan hukum dapat mengantisipasi terjadinya Karhutla di Riau khususnya di Kota Dumai," ujarnya.

Sementara, Sekretaris Daerah Kota Dumai, H Said Mustafa mengatakan bahwa Pemerintah melalui instansi terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) akan terus melakukan upaya-upaya pencegahan Karhutla.

Masyarakat juga diminta berperan aktif dalam memberikan informasi, jika melihat titik api segera melaporkannya ke BPBD agar segera dilakukan pencegahan dini untuk menghindari meluasnya Karhutla.

Menurut Sekda, selain membahas persoalan Karhutla, pihaknya juga sudah menyampaikan beberapa persoalan terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Dumai.

"Selain membahas persoalan Karhutla, tadi juga dibahas persoalan RTRW Kota Dumai," ujar Sekda

Menurut Sekda, Perda RTRW Kota Dumai sudah selesai dibahas oleh DPRD Kota Dumai, saat ini dokumen RTRW sudah diserahkan ke Gubernur. Maka dari itu dalam waktu dekat kita akan mediasi dengan pihak propinsi untuk menyelesaikan persoalan RTRW Kota Dumai.*dika - See more at: http://m.klikriau.com/read-16395-2014-11-25-menhut-lh-dan-sekda-dumai-bahas-persoalan-karhutla-dan-rtrw.html#sthash.03bj3L1f.dpuf

RTRW tak Jelas, Dumai Nihil Investasi Selama 2014

Sumber berita: http://www.katariau.com/read-108-3807-2015-01-19-rtrw-tak-jelas-dumai-nihil-investasi-selama-2014.html.

DUMAI - Tak kunjung tuntasnya persoalan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Dumai berdampak terhadap iklim investasi wilayah ini. Terbukti, selama tahun 2014 lalu, pertumbuhan investasi di Dumai nihil.

Walikota Dumai, H Khairul Anwar, saat dikonfirmasi mengatakan, pemerintah Kota Dumai sudah menyerahkan persoalan RTRW kepada forum MD3 Provinsi Riau.

"Persoalan RTRW sudah menjadi isu nasional, tidak hanya Dumai, kabupaten/kota lain juga mengalami hal yang sama. Untuk itu, persoalan RTRW Dumai kita percayakan kepada forum MD3 untuk menyelesaikannya," katanya.
 
Wako menjelaskan, forum ini sebagai wadah untuk menjembatani kepentingan dan aspirasi dengan pemerintah pusat. "Diharapkan forum ini bisa menjembati Pemerintah Kota (Pemko) Dumai dengan pemerintah pusat untuk menyelesaikan persoalan RTRW," harapnya.

Lebih lanjut wako menyebutkan, RTRW Kota Dumai yang baru sudah disusun oleh tim sesuai dengan kondisi ril di lapangan saat ini. Bahkan RTRW tersebut sebelumnya sudah dibahas dan mendapat persetujuan dari DPRD Kota Dumai dan Provinsi Riau hanya tinggal menunggu penetapan pemerintah pusat saja. 
  
Khairul optimis jika RTRW Dumai yang baru disahkan, maka Visi Dumai menjadi Kota Jasa Pelabuhan, Perdagangan, Tourism dan Industri (Pengantin) dapat terwujud. "Jika RTRW baru disahkan, Dumai akan menjadi kota tujuan investasi bagi investor," sebutnya.

Sebelumnya, kepala Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Dumai, Hendri Sandra, menyebutkan, nihilnya pertumbuhan investasi di Kota Dumai tahun 2014, salah satunya disebabkan belum tuntasnya persoalan RTRW. Sehingga calon investor masih banyak yang ragu berinvestasi di Kota Dumai.

Hendri berharap forum MD3 mampu menjembatani Pemko Dumai dengan pemerintah pusat agar persoalan RTRW Kota Dumai dapat segera diselesaikan.

Dalam rapat bersama anggota DPRD Provinsi Riau Dapil V di Kota Dumai belum lama ini, Hendri juga menyebut bahwa Perda RTRW Kota Dumai sudah kadaluarsa.

"Kami berharap perwakilan DPRD Provinsi Riau yang hadir di Dumai dalam rangka kunjungan kerja dapat mendukung percepatan penyelesaian Perda RTRW yang baru," harapnya.


Sumber Berita:  http://www.katariau.com/read-108-3807-2015-01-19-rtrw-tak-jelas-dumai-nihil-investasi-selama-2014.html


DUMAI - Tak kunjung tuntasnya persoalan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Dumai berdampak terhadap iklim investasi wilayah ini. Terbukti, selama tahun 2014 lalu, pertumbuhan investasi di Dumai nihil.

Walikota Dumai, H Khairul Anwar, saat dikonfirmasi mengatakan, pemerintah Kota Dumai sudah menyerahkan persoalan RTRW kepada forum MD3 Provinsi Riau.

"Persoalan RTRW sudah menjadi isu nasional, tidak hanya Dumai, kabupaten/kota lain juga mengalami hal yang sama. Untuk itu, persoalan RTRW Dumai kita percayakan kepada forum MD3 untuk menyelesaikannya," katanya.
 
Wako menjelaskan, forum ini sebagai wadah untuk menjembatani kepentingan dan aspirasi dengan pemerintah pusat. "Diharapkan forum ini bisa menjembati Pemerintah Kota (Pemk) Dumai dengan pemerintah pusat untuk menyelesaikan persoalan RTRW," harapnya.

Lebih lanjut wako menyebutkan, RTRW Kota Dumai yang baru sudah disusun oleh tim sesuai dengan kondisi ril di lapangan saat ini. Bahkan RTRW tersebut sebelumnya sudah dibahas dan mendapat persetujuan dari DPRD Kota Dumai dan Provinsi Riau hanya tinggal menunggu penetapan pemerintah pusat saja. 
  
Khairul optimis jika RTRW Dumai yang baru disahkan, maka Visi Dumai menjadi Kota Jasa Pelabuhan, Perdagangan, Tourism dan Industri (Pengantin) dapat terwujud. "Jika RTRW baru disahkan, Dumai akan menjadi kota tujuan investasi bagi investor," sebutnya.

Sebelumnya, kepala Badan Pelayanan Terpadu and Penanaman Modal (BPTPM) Kota Dumai, Hendri Sandra, menyebutkan, nihilnya pertumbuhan investasi di Kota Dumai tahun 2014, salah satunya disebabkan belum tuntasnya persoalan RTRW. Sehingga calon investor masih banyak yang ragu berinvestasi di Kota Dumai.

Hendri berharap forum MD3 mampu menjembati Pemko Dumai dengan pemerintah pusat agar persoalan RTRW Kota Dumai dapat segera diselesaikan.

Dalam rapat bersama anggota DPRD Provinsi Riau Dapil V di Kota Dumai belum lama ini, Hendri juga menyebut bahwa Perda RTRW Kota Dumai sudah kadaluarsa.

"Kami berharap perwakilan DPRD Provinsi Riau yang hadir di Dumai dalam rangka kunjungan kerja dapat mendukung percepatan penyelesaian Perda RTRW yang baru," harapnya. - See more at: http://www.katariau.com/read-108-3807-2015-01-19-rtrw-tak-jelas-dumai-nihil-investasi-selama-2014.html#sthash.wuCypHBL.dpuf
DUMAI - Tak kunjung tuntasnya persoalan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Dumai berdampak terhadap iklim investasi wilayah ini. Terbukti, selama tahun 2014 lalu, pertumbuhan investasi di Dumai nihil.

Walikota Dumai, H Khairul Anwar, saat dikonfirmasi mengatakan, pemerintah Kota Dumai sudah menyerahkan persoalan RTRW kepada forum MD3 Provinsi Riau.

"Persoalan RTRW sudah menjadi isu nasional, tidak hanya Dumai, kabupaten/kota lain juga mengalami hal yang sama. Untuk itu, persoalan RTRW Dumai kita percayakan kepada forum MD3 untuk menyelesaikannya," katanya.
 
Wako menjelaskan, forum ini sebagai wadah untuk menjembatani kepentingan dan aspirasi dengan pemerintah pusat. "Diharapkan forum ini bisa menjembati Pemerintah Kota (Pemk) Dumai dengan pemerintah pusat untuk menyelesaikan persoalan RTRW," harapnya.

Lebih lanjut wako menyebutkan, RTRW Kota Dumai yang baru sudah disusun oleh tim sesuai dengan kondisi ril di lapangan saat ini. Bahkan RTRW tersebut sebelumnya sudah dibahas dan mendapat persetujuan dari DPRD Kota Dumai dan Provinsi Riau hanya tinggal menunggu penetapan pemerintah pusat saja. 
  
Khairul optimis jika RTRW Dumai yang baru disahkan, maka Visi Dumai menjadi Kota Jasa Pelabuhan, Perdagangan, Tourism dan Industri (Pengantin) dapat terwujud. "Jika RTRW baru disahkan, Dumai akan menjadi kota tujuan investasi bagi investor," sebutnya.

Sebelumnya, kepala Badan Pelayanan Terpadu and Penanaman Modal (BPTPM) Kota Dumai, Hendri Sandra, menyebutkan, nihilnya pertumbuhan investasi di Kota Dumai tahun 2014, salah satunya disebabkan belum tuntasnya persoalan RTRW. Sehingga calon investor masih banyak yang ragu berinvestasi di Kota Dumai.

Hendri berharap forum MD3 mampu menjembati Pemko Dumai dengan pemerintah pusat agar persoalan RTRW Kota Dumai dapat segera diselesaikan.

Dalam rapat bersama anggota DPRD Provinsi Riau Dapil V di Kota Dumai belum lama ini, Hendri juga menyebut bahwa Perda RTRW Kota Dumai sudah kadaluarsa.

"Kami berharap perwakilan DPRD Provinsi Riau yang hadir di Dumai dalam rangka kunjungan kerja dapat mendukung percepatan penyelesaian Perda RTRW yang baru," harapnya. - See more at: http://www.katariau.com/read-108-3807-2015-01-19-rtrw-tak-jelas-dumai-nihil-investasi-selama-2014.html#sthash.wuCypHBL.dpuf

TOLAK SEGALA BENTUK LEGALISASI PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DUMAI



Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dalam kerangka pengembangan wilayah, akan lebih efektif bila dilaksanakan secara bersama-sama dari seluruh stakeholder yang terkait baik di tingkat pusat maupun daerah. Otonomi daerah telah membuka peluang desentralisasi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Ini penting karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan banyak memiliki daerah terisolasi, miskin alat transportasi dan komunikasi, masih lemah sistem administrasi pemerintahannya, masih kurangnya kapasitas SDM, serta begitu banyaknya masyarakat yangmenmggantungkan kehidupan dannafkahnya pada sumberdaya pesisir dan laut. Dengan demikian, antara pemerintah dan masyarakat akan semakin dekat dan terpetakan berbagai masalah yang dihadapi sebagian besar masyarakat.
Pembangunan perekonomian daerah, terutama yang didasarkan pada sumberdaya wilayah pesisir dan laut dapat dilakukan dengan lebih baik dan memperhatikan kelestarian lingkungan, sehingga didapat konsep pembangunan yang berkelanjutan yaitu pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pembangunan yang berkelanjutan juga mengusahakan agar hasil pembangunan terbagi secara merata dan adil pada berbagai kelompok dan lapisan masyarakat serta antar generasi karena pembangunan  berkelanjutan  ini berwawasan lingkungan. Wilayah pesisir dan laut dengan segala karakteristiknya menjadi satu potensi yang patut dijaga dan dikembangkan sebagai sumber perekonomian daerah, sehingga dapat digunakan untuk ksejahteraan masyarakat.
Kota Dumai yang dikenal dengan wilayah pesisir nya saat ini sekitar ±25.000 M’ telah dimanfaatkan dibidang industry serta pergudangan baik cair maupun kering. Namun sayang pemanfaatan wilayah oleh Perusahaan Semi Pelat Merah (BUMN) serta Perusahaan swasta Asing maupun dalam negeri tidak memberikan konstribusi yang berarti dalam hal peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Dumai, hal ini telah berlansung 17 Tahun sejak Dumai memisahkan diri Kabupaten Induk yaitu Bengkalis. Kesalahan ada pada masyarakat Kota Dumai yang mana telah mempercayai sepenuhnya kepada Pemerintah Kota Dumai selaku Eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Dumai. Namun kepercayaan tersebut hanya disia-siakan oleh mereka selama ini.
Akhir tahun 2016 ini merupakan momentum bagi kita masyarakat Dumai untuk menyuarakan Hak untuk daerah kita melalui penolakan Revisi/ Perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang masih dibahas di Provinsi Riau saat ini. Sejak RTRW Kita No: 11 Tahun 2002 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Dumai disyahkan serta dilaksanakan tidak SATU RUPIAH pun kita masyarakat Dumai menikmatinya melalui Pendapatan Asli Daerah Kota Dumai.
Sejak disyahkan nya RTRW No.11 Tahun 2002 masyarakat kota Dumai hanya telah menikmati hasil yang paling berarti 2 kali dalam satu bulan yakni banjir air pasang selama 6 hari dalam satu bulan. Ini lah konstribusi yang dinikmati oleh masyarakat dumai sejak tumbuhnya industry serta jasa penyimpanan barang cair maupun kering disepanjang wilayah pesisir kota Dumai.
Sesuai dengan data Social Civil Society (SCS) temukan, dimana salah satu perusahaan semi Pelat Merah (Pelindo I Cabang Dumai) merupakan perusahaan yang dipercaya oleh pemerintah Pusat untuk mengelola wilayah pesisir dengan luas wilayah yang dikelola aktif saat ini ±80 Ha dan pasif ±26 Ha. Pelindo I Cabang Dumai meghasilkan pendapatan pada Tahun 2014 sebesar Rp.416 miliar, Sedangkan pada Tahun 2015 sebesar Rp.516 miliar dengan Laba  mencapai Rp.265 Miliar, asumsi untuk pendapatan Tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp. 603 Miliar dengan asumsi laba nya Rp.313 Miliar (Sumber;Pelindo Cabang Dumai). Namun sayang Kota Dumai hanya bisa mendengar serta melihat hasil yang pantastis tersebut.
Berdasarkan Data yang dimiliki oleh Social Civil Society (SCS), adanya rencana oleh Pelindo untuk melaksanakan kegiatan Reklamasi dilahan milik Pelindo seluas ±26 Ha dikelurahan Pangkalan Sesai pada tahun 2017 ini, jika RTRW Riau disahkan dengan perubahan Pasal Luas Kawasan Industri diwilayah Pesisir kota dumai ditambah porsinya sehingga luasan yang telah diatur didalam Perda RTRW No: 11 Tahun 2002 berpotensi akan direvisi oleh Pemerintah Kota Dumai bersama DPRD Kota Dumai pada tahun 2016 atau 2017.
Mungkin SCS menduga kenapa Walikota saat ini sangat ngotot melalui media beliau menyatakan untuk percepatan pengesahan Perda RTRW provinsi Riau. Bahkan yang sangat kami SCS terkejut rencana RTRW Dumai telah diusulkan Walikota Dumai kepada Pemerintah Riau, DPRD Riau serta Menteri Dalam Negeri. Dengan alasan kepastian hukum untuk para investor dalam hal berinvestasi dikota dumai.
Sangat disayangkan jika tujuan percepatan pengesahan APBD hanya orientasi nya untuk meyakinkan para Investor dalam berinvestasi di Kota Dumai. Harapan Kami tidak hanya bertujuan untuk itu saja, namun kepastian hukum dalam meningkatkan PAD Kota Dumai dengan hadirnya Kapitalis dalam Mengelola Wilayah Pesisir nantinya.
Besar harapan masyarakat Dumai kepada Pemerintah dan DPRD Dumai saat ini menjadi harapan palsu untuk pembangunan Kota Dumai kedepannya. Cukup sudah masyarakat Dumai menikmati Banjir Air Pasang atas ketidak pedulian Pemerintah terhadap masyarakatnya, cukup sudah masyarakat dengan penantian yang sungguh lama untuk terwujudnya air bersih dikota dumai namun berakhir dengan penyelidikan perihal pengadaan air bersih kota dumai yang menghabiskan APBD Dumai sebesar Rp. 113 Miliar.
Dengan ini SCS mengajak masyarakat untuk lebih aktif dalam menyikapi semua kebijakan pemerintah kedepan, salah satunya adalah “TOLAK SEGALA BENTUK LEGALISASI PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA DUMAI”. Hal ini bertujuan untuk menunjukan ketegasan kita bahwa dikota dumai masih mempunyai masyarakat yang peduli untuk keberhasilan kota dumai sampai anak cucu kita. Karena didalam peraturan perundang-undangan yang ada di Republik Indonesia sampai ini peran serta masyarakat dalam hal mengawal terlaksana sebuah peraturan tetap diatur, karena peran serta masyarkat dimaksud untuk penyeimbang dari kebijakan yang tidak pro terhadap pembangunan daerah maupun masyarakat daerah tersebut, sehingga tercapainya pembangunan daerah serta masyarakat kearah yang lebih baik.