Jumat, 14 Juli 2017

Status Daftar Hitam Pada Proses Pengadaan



Posted by Samsul Ramli | Jul 11, 2017 | Pengadaan Barang/Jasa | 0 |
Pokja dan PPK seringkali disibukkan oleh status penyedia terkait daftar hitam. Untuk itu ketentuan daftar hitam ini harus secara tegas tertuang dalam dokumen pengadaan barang/jasa. Daftar hitam adalah salah satu unsur yang dijadikan dasar dalam rangkaian proses pemilihan penyedia, penandatanganan kontrak hingga pelaksanaan pekerjaan. Sebagaimana tertuang dalam Perpres 54/2010 Pasal 19 ayat 1 huruf n bahwa Penyedia Barang/Jasa dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan tidak masuk dalam Daftar Hitam.

Kriteria Daftar Hitam
Dari sisi kriteria Daftar Hitam diatur dalam pasal 124 :
  1. K/L/D/I membuat Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (2) huruf b, yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi oleh K/L/D/I.
  2. Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat:
    1. Penyedia Barang/Jasa yang dilarang mengikuti Pengadaan Barang/Jasa pada K/L/D/I yang bersangkutan;
    2. Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi oleh Negara/ Lembaga Pemberi Pinjaman/Hibah pada kegiatan yang termasuk dalam ruang lingkup Peraturan Presiden ini.
  3. K/L/D/I menyerahkan Daftar Hitam kepada LKPP untuk dimasukkan dalam Daftar Hitam Nasional.
  4. Daftar Hitam Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dimutakhirkan setiap saat dan dimuat dalam Portal Pengadaan Nasional.
Dari definisi pasal 124 setidaknya ada 2 nomenklatur yang patut diperhatikan tentang Daftar Hitam. Daftar Hitam ternyata mengikat pada dua nomeklatur yaitu:
1.      Daftar Hitam; dan
2.      Daftar Hitam Nasional
Untuk itu sesuai amanat pasal 134 definisi rinci bisa dilihat pada teknis operasional tentang Daftar Hitam Peraturan Kepala LKPP-RI Nomor 18 Tahun 2014 tentang Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Perka 18/2014 pasal 1 angka 6 dan 7 mendefinisikan sebagai berikut :
6.     Daftar Hitam adalah daftar yang
dibuat oleh K/L/D/I yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi
oleh PA/KPA berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa pada K/L/D/I dan/atau yang dikenakan sanksi oleh Negara/Lembaga Pemberi Pinjaman/Hibah pada kegiatan yang termasuk dalam ruang lingkup Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
7.     Daftar Hitam Nasional adalah kumpulan Daftar Hitam yang dimuat dalam Portal Pengadaan Nasional.
Jika dicermati angka 6, kriteria Daftar Hitam harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
  1. Daftar
  2. Daftar dibuat K/L/D/I
  3. Daftar Berisi Identitas Penyedia yang kena sanksi
  4. Sanksi berasal dari K/L/D/I
  5. Sanksi bisa juga berasal dari Negara/Lembaga Pemberi Pinjaman/Hibah
  6. Obyek pelanggaran terhadap pelaksanaan kegiatan yang termasuk dalam ruang Lingkup Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  7. Bentuk Larangan adalah dilarang mengikuti Pengadaan pada K/L/D/I.
Sedangkan angka 7 hanya menambahkan ketentuan bahwa jika daftar hitam sesuai kriteria angka 6 telah dimasukkan dalam Portal pengadaan Nasional maka sebutannya adalah Daftar Hitam Nasional.



Pilih Daftar Hitam dan Daftar Hitam Nasional
Menukik pada perdebatan yang sering muncul. Yaitu perdebatan tentang apakah yang dikenakan sanksi larangan mengikuti pengadaan pada K/L/D/I hanya penyedia yang masuk dalam Daftar Hitam Nasional/yang ada dalam Portal Pengadaan Nasional?
Perdebatan ini bisa dimaklumi terkait dengan kepastian status sanksi ke penyedia. Jika dari satu sumber tentu mengurangi potensi sengketa. Disisi lain pokja dan PPK tidak disibukkan dengan klarifikasi terhadap sanksi-sanksi yang tidak di publikasikan pada portal pengadaan nasional.
Terlepas dari itu, hal yang wajib dipahami dalam pelaksanaan tetaplah mengikat pada nomenklatur peraturan. Jika dibaca lagi Perpres 54/2010 pasal 19 ayat huruf n. Nomenklatur yang dipakai adalah Daftar Hitam bukan Daftar Hitam Nasional.
Dari pasal 19 ini sebenarnya sudah sangat jelas jawaban pertanyaan di atas. Penyedia yang dikenakan sanksi larangan mengikuti pengadaan pada K/L/D/I adalah yang masuk dalam Daftar Hitam bukan hanya yang masuk dalam Daftar Hitam Nasional. Artinya penyedia yang telah memenuhi 14 kriteria melakukan “kejahatan”, sebagaimana Perka 18/2014 Pasal 3 ayat 2. Kemudian ditetapkan dan diumumkan oleh K/L/D/I dalam Daftar K/L/D/I, meskipun belum diumumkan pada Portal Pengadaan Nasional tetap memenuhi syarat untuk di larang mengikuti pengadaan pada K/L/D/I.
Sayangnya menurut cerita beberapa teman, baik penyedia, pokja maupun PPK, dalam beberapa pertimbangan aturan justru mengarah pada pemenuhan Daftar Hitam Nasional. Artinya larangan mengikuti pengadaan pada K/L/D/I hanya kepada penyedia yang masuk dalam daftar hitam dan diumumkan melalui Portal Pengadaan Nasional (Daftar Hitam Nasional).
Kondisi ini justru membuat bingung para pihak yang ujungnya akan berdampak pada efisiensi dan efektifitas pencapaian pengadaan barang/jasa. Untuk penting bagi organisasi pengadaan barang/jasa bahkan K/L/D/I untuk menegaskan tentang Daftar Hitam yang mana yang harus dijadikan acuan larangan.
Setidaknya ada dua kondisi yang harus ditegaskan apakah sanksi larangan mengikuti pengadaan pada K/L/D/I dikenakan kepada penyedia yang tercantum dalam Daftar Hitam saja atau Daftar Hitam Nasional.
Putusan ini kedua-duanya memiliki risiko manajerial dan hukum tersendiri, diantaranya :
  • Misal jika yang dipilih adalah Daftar Hitam Nasional. Artinya
    penyedia Daftar Hitam, ketika terpilih menjadi penyedia pemenang dan pelaksana pekerjaan, maka perilaku “jahat” yang pernah dilakukan penyedia Daftar Hitam, berpotensi besar dilakukan kembali pada pekerjaan yang dimenangkan. Masih terdapat beberapa risiko yang sudah barang tentu tidak dapat dibahas singkat, terpenting para pihak bisa memitigasi dan mengendalikan risiko dengan baik.
  • Untuk pilihan Daftar Hitam saja, risikonya
    sudah tergambarkan di awal yaitu para pihak harus mencari referensi diberbagai sumber terkait penyedia yang di masukkan daftar hitam. Tidak hanya pada portal pengadaan nasional tapi juga waspada dengan informasi K/L/D/I lain. Termasuk juga memperhatikan informasi sanksi dari Negara/Lembaga Pemberi Pinjaman/Hibah yang melaksanakan kegiatan yang termasuk dalam ruang Lingkup Perpres. Artinya harus ada effort yang lebih besar untuk mengklarifikasi.
Apapun langkah yang diputuskan sebaiknya dilindungi oleh peraturan yang mengikat, dengan pertimbangan hukum yang cukup meyakinkan para pihak untuk menerima dan melaksanakan. Jika pilihan tentang Daftar Hitam atau Daftar Hitam Nasional berkekuatan hukum tetap maka dokumen pengadaan harus juga tertuang jelas. Jika pilihan Daftar Hitam Nasional maka seluruh klausul daftar hitam dalam dokumen pengadaan diarahkan pada Daftar Hitam Nasional. Jika tidak maka tidak perlu dilakukan perubahan.
Kejelasan tidak hanya tentang unsur dan kriteria tapi juga tata cara penerapan pada tahap evaluasi, penandatangan kontrak, pelaksanaan pekerjaan hingga pertanggungjawaban hasil pekerjaan.
Untuk itu dapat disimpulkan bahwa :
1.      Daftar Hitam terdiri dari 2 definisi yaitu Daftar Hitam atau Daftar Hitam Nasional.
2.      Dalam menetapkan tata cara yang diterapkan terkait Daftar Hitam harus didukung dengan kebijakan yang berkekuatan hukum cukup melindungi para pihak.
Pilihan kriteria dan tata cara terhadap daftar hitam harus tertuang jelas dalam dokumen pengadaan.(redaksi:scs)

Jumat, 07 Juli 2017

PEMENANG LELANG MASUK DAFTAR HITAM K/L/D/I !!! POKJA III LAYANANAN PENGADAAN BARANG DAN JASA KAB.ROHIL T. A. 2017 TIDAK TAHU ATAU PURA-PURA TIDAK TAHU???



Bahwa laporan masyarakat yang diterima oleh pengurus Social Civil Society pada hari jumat tanggal 7 Juli 2017, Social Civil Society melakukan investigasi, dari hasil investigasi sementara, SCS telah menemukan data petunjuk tentang telah terjadi kesalahan dalam proses pelelangan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun Anggaran 2017.

Berdasarkan BERITA ACARA HASIL PELELANGAN Nomor : 05/BAHP/POKJA-III/VII/2017 Tanggal : 06 Juli 2017 Nama Pekerjaan : Pembangunan Jembatan Bagan Cacing (BANKEU), Pada hari ini Kamis Tanggal Enam bulan Juli tahun Dua Ribu Tujuh Belas, yang bertanda tangan dibawah ini Kelompok Kerja III Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Rokan Hilir Tahun Anggaran 2017, yang diangkat berdasarkan Keputusan Bupati Rokan Hilir Nomor : 274 Tanggal : 23 Maret 2017 . Telah melakukan proses pelelangan paket pekerjaan tersebut diatas dengan menunjuk PT.HPS sebagai pemenang. 

Bahwa berdasarkan data petunjuk awal SCS, PT. HPS patut diduga telah melakukan tindakan yang merugikan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir secara umum dan Kelompok Kerja III Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Rokan Hilir Tahun Anggaran 2017 secara khusus, berdasarkan DOKUMEN PENGADAAN Nomor: 05/BANKEU-PUTR/POKJA III - ULP/VI/2017 Tanggal: 10 Juni 2017 BAB III. INSTRUKSI KEPADA PESERTA (IKP) angka (4). Larangan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), Persekongkolan serta Penipuan, sub (4.1) Peserta dan pihak yang terkait dengan pengadaan ini berkewajiban untuk mematuhi etika pengadaan dengan tidak melakukan tindakan sebagai berikut: Huruf (c) membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan dalam Dokumen Pengadaan ini.

Bahwa berdasarkan data petunjuk awal SCS sebagai berikut :

1.   Proyek Tak Tuntas, Pemkab Meranti Blacklist Dua Kontraktor Sabtu, 28 Mei 2016 | 
11:55(sumber:http://m.situsriau.com/read-23896-2016-05-28-proyek-tak-tuntas-pemkab-meranti-blacklist-dua-kontraktor.html#sthash.co1pdwG8.dpbs)


   2.  PT. Hikmah Perkasa Sejati Didenda 5 Persen atas Pembangunan Gedung Daerah Bengkalis (sumber:http://www.halloriau.com/read-bengkalis-80361-2016-05-16-pt-hikmah-perkasa-sejati-didenda-5-persen-atas-pembangunan-gedung-daerah-bengkalis.html)

Blacklist atau disebut Daftar Hitam adalah daftar yang dibuat oleh K/L/D/I yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi oleh PA/KPA berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa pada K/L/D/I dan/atau yang dikenakan sanksi oleh Negara/Lembaga Pemberi Pinjaman/Hibah pada kegiatan yang termasuk dalam ruang lingkup Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran K/L/D/I atau pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD. 

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.
Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi K/L/D/I yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.

Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang selanjutnya disebut APIP adalah aparat pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.

Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung.
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.

Dalam produk hukum pengadaan barang jasa yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang sudah dirubah beberapa kali,bahwa tertulis Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi daftar hitam dilarang mengikuti Tahapan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa (Procurement atau e-tendering).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (1994) memberikan definisi daftar hitam adalah daftar nama orang atau organisasi yang dianggap membahayakan keamanan atau daftar nama orang yang pernah dihukum karena melakukan kejahatan. Definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sedikit berbeda dengan dalam penjelasan pasal 19 point (m) Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 yang menerangkan daftar hitam adalah daftar yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang selanjutnya disebut K/L/D/I. Definisi daftar hitam tersebut juga diperbaharui dan diperluas dalam penjelasan pasal 19 point (n) Peraturan Presiden 70 tahun 2012 dimana didefinisikan daftar hitam merupakan adalah daftar yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang selanjutnya disebut K/L/D/I, BUMN/BUMD, lembaga donor, dan/atau Pemerintah negara lain.

Bahwa berdasarkan data petunjuk serta berdasarkan pasal 19 point (m) Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan telah diubah dengan pasal 19 point (n)  Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. PT.HPS yang telah ditunjuk sebagai pemenang lelang pada paket  Pembangunan Jembatan Bagan Cacing (BANKEU) oleh Kelompok Kerja III Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Rokan Hilir Tahun Anggaran 2017 Patut diduga telah menyampaikan informasi yang tidak benar melalui dokumen penawaran nya pada paket Pembangunan Jembatan Bagan Cacing (BANKEU).


SCS akan melakukan investigasi yang mendalam guna melengkapi data untuk pembuktian bahwa PT.HPS belum layak untuk menjadi Pemenang Lelang khususnya dipemerintahan pada tahun 2017 ini, karena sesuai data petunjuk dan peraturan-perundang-undang yang berlaku, PT.HPS patut diduga telah masuk dalam daftar hitam (blacklist) Pemerintah Kab.Bengkalis dan Pemerintah Kab. Meranti pada tahun 2016.(red:emn-scs)