Selasa, 02 Juli 2019

AKIBAT HUKUM AMP TIDAK MEMILIKI SERTIFIKAT LAIK OPERASI

Kepada PPK dan Pokja tahun anggaran 2019 lebih cermat dalam penysunan dokumen awal serta dokumen pelelangan, akibat hukum jika PPK maupun Pokja baik secara sengaja maupun tidak sengaja turut serta dalam memfasilitasi salah satu penyedia untuk fasilitas menjadi pemenang pada paket tender adalah terkena sanksi administrasi, sanksi denda atau sanksi pidana. 

PPK dan Pokja merupakan ujung tombak untuk menjaga kondusifitas dalam penggunaan keuangan Negara, sejak tahun 2015 sampai dengan akhir tahun 2018 telah banyak pejabat pengadaan menjadi terpidana dalam kasus Tindak Pidana Korupsi. Merupakan harapan besar oleh masyarakat Dumai khusus nya dan Riau umumnya untuk tahun – tahun berikutnya pejabat pengadaan tidak lagi menjadi terpidana kasus TIPIKOR.

Bahwa merujuk Putusan Perkara Nomor: 02/KPPU-L/2015 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia tanggal 15 September 2015 (http://www.kppu.go.id/docs/Putusan/2015/Putusan_2-L-2015-up30102015.pdf) Majelis Komisi memutuskan Tentang Diktum Putusan dan Penutup, bahwa berdasarkan fakta-fakta, penilaian, analisis dan kesimpulan di atas, serta dengan mengingat Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Majelis Komisi MEMUTUSKAN:
Menyatakan bahwa Terlapor I (Pejabat Pembuat Komitmen), Terlapor II (Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi), Terlapor III (Penyedia), Terlapor IV (Penyedia), Terlapor V (Penyedia), Terlapor VI (Penyedia), Terlapor VII (Penyedia) dan Terlapor VIII (Penyedia) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;
Keputusan tersebut didasarkan kepada syarat Objek Hukum dan Keterangan Saksi Ahli, dalam hal ini yang paling menarik adalah menyampaikan Keterangan Saksi Ahli dalam menyikapi perkara Nomor: 02/KPPU-L/2015, agar masyarakat yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah khusus dibidang konstruksi spesifikasi pekerjaan jalan hotmix lebih cermat untuk tidak tersandung kasus hukum.
A.  Bahwa pada tanggal 8 Juni 2015, Majelis Komisi melaksanakan Sidang Majelis Komisi dengan agenda Pemeriksaan Saksi Sdr. Ir. Bambang Hartadi, MPM selaku Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional IV Direktorat Jenderal Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum, Saksi di bawah sumpah yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:
1.  Bahwa Bahwa Saksi diangkat sebagai Kepala Balai Besar IV sejak Pertengahan bulan Januari 2012 dengan cakupan wilayah Banten, Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat;
2.  Bahwa secara teknis Kepala Balai bertanggung jawab kepada Dirjen Bina Marga;
3.  Bahwa tugas dari Kepala Balai diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 21/PRT/M/2010 tanggal 31 Desember 2010, yakni melaksanakan perencanaan pengadaan, peningkatan kapasitas dan preservasi jalan nasional, penerapan sistem manajemen mutu dan pengendalian mutu pelaksanaan pekerjaan serta penyediaan bahan dan peralatan jalan dan jembatan;
4.  Bahwa dalam susunan balai ada 11 (sebelas) Balai dan hal tersebut di bagi dengan 2 (dua) kategori yaitu adalah ada 3 (tiga) balai type B dan 8 (delapan) balai dengan type A (Balai Besar);
5.  Bahwa Surat Edaran No. 01/SE-BV/2013 tanggal 31 Januari 2013 dibuat oleh Saksi dengan maksud agar penyedia jasa dapat memberikan hasil yang terbaik dari hasil pekerjaannya dan mengingatkan kepada para pihak kontraktor agar melaksanakan pekerjaan dengan menggunakan AMP yang harus sudah tersertifikasi laik operasi;
6.  Bahwa dasar hukum dari surat edaran tersebut ialah Permen No. 21/PRT/M/2010, Surat Edaran Dirjen Bina Marga No. 01/SE/Db/2012 tanggal 24 Januari 2012 perihal Penyampaian Buku Spesifikasi Umum Penyediaan Pekerjaan Konstruksi, Surat edaran Dirjen Bina Marga No. 17/SE/Db/2012 tanggal 21 November 2012, Surat dirjen Nomor Um.0103-Db/1126 tanggal 17 Desember 2007, Surat Dirjen Nomor Um 01.03-Db/65.3 tanggal 02 April 2009, Keputusan Ditjen No. 13/kpb/Db/2009 tanggal 02 April 2009, Keputusan Ditjen No. 13/ kpb/Db/2009 tanggal 02 April 2009, dan Petunjuk teknis Konstruksi dan bangunan No. 001/BM/2009;
7.  Bahwa tidak mungkin ada Balai yang tidak tersosialisasikan terkait peraturan tersebut;
8.  Bahwa walaupun tidak ada surat edaran tersendiri sebagai pengingat yang diterbitkan Balai, seluruh jajaran harus tunduk kepada peraturan tersebut;
9.  Bahwa sosialisasi terkait peraturan-peraturan baru diantara Kepala Besar Balai seluruh Indonesia biasanya dikoordinir oleh Dirjen Bina Marga;
10.         Bahwa tidak ada pertaturan lain setelah Peraturan Menteri Nomor 21/PRT/M/2010;
11.         Bahwa pada tahun 2013, Pokja-pokja diangkat oleh ULP (Kepala Balai), namun untuk Tahun 2015 ditunjuk oleh Menteri Pekerjaan Umum;
12.         Bahwa yang membuat RKS ialah Pokja dan diketahui oleh ULP untuk sebelum Tahun 2015;
13.         Bahwa sertifikasi alat AMP laik operasi diunduh peserta tender pada saat mendaftar sebagai peserta tender;
14.         Bahwa pentingnya sertifikasi AMP ialah agar menjamin hasil dari AMP tersebut sesuai dengan kualitas yang baik;
15.         Bahwa masa berlaku sertifikat laik operasi tersebut selama 2 (dua) tahun tetapi apabila AMP tersebut dilakukan mobilisasi maka harus dilakukan sertifikasi ulang;
16.         Bahwa di Balai IV, Sertifikat layak operasi itu wajib, sehingga pada saat tidak ada sertifikat layak operasi maka perusahaan tersebut akan gugur;
17.         Bahwa AMP mutlak harus sudah tersertifikasi laik operasi dan apabila AMP tidak melakukan sertifikasi laik operasi maka tidak boleh mengikuti tender;
18.         Bahwa tidak diperbolehkan pemenang tender dengan AMP yang baru setengah persen dirakit;
19.         Bahwa ketika ada perusahaan ikut tender dan pada saat itu perusahaan tersebut baru membeli AMP baru yang belum di rakit dan belum ada sertifikasi laik operasi, maka tidak mungkin mengikuti tender;
20.         Bahwa apabila memiliki AMP di Jakarta lalu mengikuti tender di daerah Batam dan memindahkan AMP tersebut ke Batam, maka AMP harus disertifikasi laik operasi setiap dipindahkan (dimobilisasi) letaknya;
21.         Bahwa ada Tim di Balai yang mengetahui cara menentukan kalkulasi waktu mobilisasi AMP yang bertugas memeriksa AMP, mereka mengetahui berapa lama membongkar AMP dan merakit ulang AMP tersebut, juga mempunyai acuan untuk hal tersebut;
22.         Bahwa tidak bisa dilakukan sertifikasi laik operasi pada saat pelaksanaan pekerjaan tender;
23.         Bahwa tidak dapat diketahui secara persis hasil AMP baik apabila sudah ada pemenang lelang tetapi sertifikasi alat AMP tersebut belum dilakukan uji layak operasi;
24.         Bahwa SBD (Standar Bidding Document) yang sama adalah peraturan yang dipakai untuk menyeleksi peserta tender;
25.         Bahwa Saksi mencoba mengilustrasikan populasi AMP di wilayah IV sangat banyak yaitu Balai melakukan pendataan guna memudahkan pengendali kualitas mutu pekerjaan sesuai dengan spek;
26.         .Bahwa untuk mengantisipasi agar hasil dari AMP tersebut sesuai dengan kualitas yang baik makanya sertifikasi laik operasi tersebut penting dilaksanakan;
27.         Bahwa Saksi hanya melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan yang ada.;

B.  Bahwa pada tanggal 6 Juli 2015, Majelis Komisi melaksanakan Sidang Majelis Komisi dengan agenda Pemeriksaan Ahli dari LKPP, yang dalam pemeriksaan SALINANdihadiri oleh Sdr. Ahmad Zikrullah selaku Kepala Sub Bagian Bimbingan dan Layanan Pengadaan I LKPP. Ahli dibawah sumpah yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut :
1.  Bahwa Ahli bertugas di Kementerian Keuangan di Bagian Bimbingan dan Layanan Pengadaan dan Ketua Pokja ULP Sekjen di Kementerian Keuangan serta Pembina dan konsultan Pengadaan di lingkungan Kementerian Keuangan. Memiliki sertifikasi Ahli Pengadaan Barang dan Jasa, Sertifikasi training of trainer dan sertifikasi Pengadaan Barang dan Jasa dan sertifikasi ToT PBJ LKPP, juga pernah berpengalaman sebagai panitia (pokja) di bidang jasa konstruksi;
2.  Bahwa pada perkara a quopemenang lelang ditetapkan tanggal 17 Februari 2014 dan pelelangan mulai bulan Desember 2013, yang berwenang menetapkan spesifik teknis yaitu PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) karena PPK harus memahami secara pasti output dan spek teknis yang dibutuhkan guna mendapatkan hasil yang diinginkan. Peraturan yang dipakai adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 14/PRT/M/2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Dan Jasa Konsultansi;
3.  Bahwa tupoksi dari PPK dan Pokja ialah menyusun dari RPP (Rencana Pelaksanaan Pengadaan) yang isinya HPS, draft kontrak dan spek teknis, setelah PPK menyusun RPP maka melimpahkan kepada Pokja, setelah itu Pokja ULP melakukan tender dari pengumuman, melakukan evaluasi sampai mendapatkan pemenang tender;
4.  Bahwa dalam melakukan evaluasi Pokja membagi dengan 2 kelompok besar yaitu evaluasi kualifikasi dan evaluasi dokumen penawaran, Evaluasi Kualifikasi ituterkait evaluasi dari kelayakan suatu perusahaan peserta tender, hal itu ada dalam Pasal 19 tentang kelayakan wajib pajak, sedangkan Dokumen penawaran ada 3 kelompok yaitu dari evaluasi adminitrasi (surat penawaran seperti tanggal surat dan lain-lain), evaluasi harga dan evaluasi teknis. Kalau untuk sertifikasi AMP tersebut masuk dalam kategori spek teknis;
5.  Bahwa ketika PPK alpa dalam memasukan persyaratan sertifikat laik operasi, harusnya PPK bisa melakukan ralat dan menambahkannya di aanwizing.Sumber permasalahan pertama ada di PPK, apabila PPK sudah menyatakan dari awal AMP harus bersertifikat laik operasi maka panitia pasti akan memenangkan peserta yang hanya bersertifikat laik operasi, kepemilikan sertifikat laik operasi sangat penting untuk output dari kegiatan;
6.  Bahwa pada pelaksanaan tender a quo terdapat apa yang tertulis di dalam dokumen dan apa yang seharusnya ada di Perppres, tidak boleh menambah persyaratan apabila menimbulkan persaingan tidak sehat. Namun apabila yang ditambah adalah spek penting, itu diperbolehkan. Dalam dokumen lelang yang tidak mewajibkan adanya dokumen sertifikasi, perlu dilihat lagi mengapa tidak mensyaratkan hal tersebut;
7.  Bahwa ketika penyedia/ peserta memasukan dokumen, maka sertifikasi laik operasi tersebut seharusnya dilampirkan . sertifikasi itu suatu yang penting. Ketika disyaratkan harus terpenuhi, sederhananya pemenang haruslah peserta yang bisa memenuhi semua persyaratan;
8.  Bahwa spek teknis AMP itu harus memiliki sertifikasi laik operasi yang diterbitkan oleh Dinas PU terkait di wilayah masing-masing;
9.  Bahwa dalam pelaksanaan pekerjaan jalan menetapkan standar sertifikasi laik operasi adalah wajib dan apabila AMP sudah disertifikasi seharusnya sudah ready to use (siap untuk digunakan);
10.         Bahwa klarifikasi tidak diperlukan apabila dari awal tidak memiliki sertifikasi laik operasi, gugurkan saja;
11.         Bahwa terkait perbedaan pengadaan barang dan jasa, Perpres mengklasifikasi terhadap 4 tahap yaitu : Barang, Pekerjaan Konstruksi, Jasa konsultasi dan jasa lainnya. Perbedaan itu terdapat dalam substansi pelaksanaanya, pekerjaan barang, pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya di klasifikasi yang sama, yang membedakan mereka itu adalah pada tahap evaluasi dan substansi yang di evaluasi. Sedangkan untuk pekerjaan barang dan jasa itu adalah evaluasi barang itu sendiri sesuai dengan spek teknis barang itu sendiri, sedangkan untuk konstruksi itu ada sisi barangnya, ada sisi peralatan ada sisi sumber daya sehingga lebih kompleks dibanding yang lain. Tetapi hal itu pada dasarnya proses dan tahapannya itu sama saja;
12.         Bahwa Surat Edaran Kementerian Pekerjaan Umum No. 01/SE-BV/2013 tanggal 31 Januari 2013 yang menyatakan: “mewajibkan peserta lelang yang mengajukan penawaran pekerjaan jasa konstruksi jalan untuk melampirkan sertifikasi kelaikan operasi peralatan AMP (Asphalt Mixing Plant) pada dokumen penawaran dan melaksanakan inspeksi lapangan dalam rangka mengevaluasi jarak lokasi peralatan AMP dengan lokasi pekerjaan yang bertujuan meminimalkan penurunan suhu hotmix di lokasi pekerjaan, sesuai dengan spesifikasi umum edisi 2010, revisi 1 divisi 6 sub bab 6.3.4 mengenai ketentuan instalasi campuran aspal, maka persyaratan kepemilikan AMP yang bersertifikat laik operasi merupakan persyaratan yang mutlak dan wajib diikuti karena peralatan AMP yang digunakan sangat berpengaruh pada hasil produksi hotmix, dapat diajukan sebagai acuan dalam tender;
13.         Bahwa perlu di pastikan surat edaran PU No. 01/SE-BV/2013 tanggal 31 Januari 2013, adalah surat edaran itu mencakup terkait wilayah tertentu atau tidak;
14.         Bahwa bagi penyedia yang bersalah dari luar daerah, dia harus mempertimbangkan apakah dia harus menyewa AMP milik orang lain atau membawa AMP nya ke daerah lelang. Sertifikasi dan AMP terkait dengan jarak. Ketentuan pengadaan harus tegas menyatakan ketentuan sertifikasi laik operasi sudah tertuang dalam spek. Ketika penyedia dari luar kota, dia harus mengupayakan berbagai hal agar persyaratan spek bisa terpenuhi;
15.         Bahwa penyedia daerah manapun bisa mengikuti tender di seluruh Indonesia, tapi harus mengingat waktu dan jarak untuk mengupayakan pemenuhuan spek. Sertifikasi itu mutlak bagi pemiliki AMP;
16.         Bahwa Pasal 6 Perppres 7/2010, menjelaskan tentang menghindari terjadinya afiliasi kepentingan. Pada intinya, hal-hal yang bisa memunculkan persaingan usaha yang tidak sehat harusnya dihindari. Apabila Pokja menemukan unsur-unsur, adanya beberapa perusahan yang terafiliasi maka fungsi pokja dalam proses evaluasi seharusnya dilakukan :
17.         Bahwa Pokja bertugas untuk melakukan klarifikasi dan evaluasi. Pokja harus memastikan tidak ada pertentangan kepentingan antara peserta yang mengikuti tender yang sama:

C.  Bahwa pada tanggal 6 Juli 2015, Majelis Komisi melaksanakan Sidang Majelis Komisi dengan agenda Pemeriksaan Ahli, yang dalam pemeriksaan dihadiri oleh Sdri. Ir. Subaiha Kipli,M.T selaku Kepala Bidang Pengendalian Sistem Pelaksanaan Pengujian dan Peralatan (PSP3) di Direktorat Jenderal Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum, Ahli diampingi oleh Sdr. Howardy, S.T., M.T. dan Sdr.Ali Kahfi Anuyazid. Ahli dibawah sumpah yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut ;
1.  Bahwa terdapat 2 (dua) jenis pekerjaan jalan yang dikerjakan secara umum, yakni rigid dan flexsible;
2.  Bahwa AMP terdir dari 2 (dua) jenis, yaitu AMP takaran dan AMP Continous. Sejak tahun 2010 AMP Continous sudah tidak dipakai lagi sedangkan sekarang yang dipakai AMP Takaran dengan kapasitas 50-60 ton/jam;
3.  Bahwa untuk membangun suatu AMP harus dilihat pengurusan beberapa perizianan IMB dan izin lingkungan. Izin lingkungan itu ada waktunya sekitar 100(seratus) hari kerja, setelah itu pekerjaan persiapan ini kurang lebih 5 (lima) hari kerja. Setelah itu melakukan pemandatan pondasi atau tapak pondasi yang menggunakan beton, dan melakukan pengecoran. Setelah itu baru memasang AMP. Setelah itumelakukan trial mix. Lalu dilakukan sertifikasi. Apabila komponen-komponen sudah ada di lokasi dan lahan juga tidak ada permasalahan maka hal ini dapat dilakuakan dengan waktu 68 (enam puluh delapan) hari (dengan umur beton 28 (dua puluh delapan) hari yang normal). Jadi total pekerjaan 68 (enam puluh delapan) hari termasuk dengan sertifikasi AMP. Hal ini diluar perizinan IMB dan perizinan Lingkungan;
4.  Bahwa Proses permohonan untuk mendapatkan sertifikat laik operasi adalah sebagai berikut:
(1)    Permohonan pihak pemohon;
(2)    Undangan expose;
(3)    Persiapan pihak pemohon;
(4)    Pemeriksaan di lapangan;
(5)    Perbaikan dari pemohon terkait rekomendasi pemeriksaan di lapangan;
(6)    Bila perbaikan minor, tidak perlu peninjauan ulang;
(7)    Proses pengurusan sertifikat ke Dit. Bina Teknik;
(8)    Ada pemeriksaan dilapangan dari Dit. Bina Teknik (bila Dit. Bina Teknik memerlukan);
(9)    Perbaikan atau pemenuhan rekomendasi Dit. Bina Teknik;
(10)  Sertifikat laik operasi
5.  Bahwa untuk mengeluarkan sertikat laik operasi AMP dibutuhkan 13 (tiga belas) hari kalender sampai Direktorat Bina Teknik (optimis dalam arti pejabat-pejabat terkait ada di tempat dan Dit. Bina Teknik dapat untuk 4 (empat) hari), serta tidak ada permasalahan yang besar.Sertifikat laik operasi berlaku selama 2 (dua) tahun, kecuali overhaul (turun mesin) atau pindah lokasi (dimobilisasi);
6.  Bahwa tidak ada perbedaan instalasi dan uji coba antara AMP baru dan AMP lama yang dengan proses pemindahan (mobilisasi),untuk AMP yang memerlukan mobilisasi maka memerlukan usaha dan waktu yang lebih besar dibanding AMP yang tidak memerlukan mobilisasi. Tidak ada tingkat kegagalan dalam AMP baru, karena sudah ada penjamin dari pihak pemilik dan produsen AMP dan telah dilakukan uji coba terhadap AMP yang baru;
7.  Bahwa memungkinkan untuk AMP dapat digunakan dalam beberapa paket pekerjaan dan waktu yang bersamaan, terkait mesin AMP dan pada kapasitasnya memadai. Mutu kualitas terkait dengan material, manusia (SDM) dan alatnya. Untuk menghasilkan hasil yang sempurna dengan mutu yang baik maka pekerjaan dari hulu sampai hilir harus baik juga
8.  Bahwa pada wilayah Balai Besar IV, terdapat sekitar ada 84 buah AMP.Balai Besar IV melakukan sertifikasi laik operasi AMP apabila AMP tersebut sudah berdiri dan pemilik AMP telah melakukan trial mix. Pemeriksaan AMP dilakukan dengan 2 (dua) tahap, tahap pertama pada saat mesin AMP mati dan tahap kedua pada saat mesin AMP menyala ;
9.  Bahwa Balai Besar IV tidak pernah mengeluarkan surat bahwa alat AMP sedang dilakukan sertifikasi laik operasi AMP, sementara perusahaan yang memiliki AMP akan mengikuti tender, dikarenakan tidak ada dasar hukumnya;
Bahwa berdasarkan fakta persidangan serta bukti yang dapat mempengaruhi perilaku yang terkait conduct POKJA sebagai berikut :
a)  Bahwa POKJA telah melakukan tindakan diskriminatif pada saat evaluasi teknis pada paket I terhadap PT Pulau Bulan Indo Perkasa, pada evaluasi teknis terdapat 8 perusahaan yang lolos dan berdasarkan hasil evaluasi tersebut 2 perusahaan tidak lolos, semestinya masih terdapat 6 perusahaan yang berhak untuk dinilai dalam evaluasi harga, namun kenyatanya PT Pulau Bulan Indo Perkasa tidak terdaftar dalam tahap berikutnya yakni evaluasi harga;
b)  Bahwa PPK dan POKJA mengabaikan adanya ketentuan yang ada dalam Dokumen Pelelangan Nasional Penyediaan Pekerjaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Edisi 2010 Revisi 2, Devisi 6, Sub bab 6.3.4 mengenai Ketentuan Instalasi Campuran Aspal, yang menyebutkan bahwa “Instalasi Pencampur Aspal harus mempunyai sertifikat laik operasi dan sertifikat kalibrasi dari metrologi untuk timbangan aspal, agregat dan bahan pengisi (filler) tambahan, yang masih berlaku;
c)  Bahwa terdapat ketentuan dalam Spesifikasi Umum Edisi 2010 Revisi 1 Divisi 6, sub bab 6.3.4 mengenai ketentuan Instalasi Campuran Aspal yang pada pokoknya mewajibkan peserta lelang yang mengajukan penawaran pekerjaan jasa konstruksi jalan untuk melampirkan Serifikasi Kelaikan Operasi Peralatan Asphalt Mixing Plant pada dokumen penawaran dan melaksanakan inspeksi lapangan dalam rangka mengevaluasi jarak lokasi peralatan Ashpalt Mixing Plant dengan lokasi pekerjaan yang bertujuan meminimalkan penurunan suhu hotmix di lokasi Pekerjaan.
d)  Bahwa PPK diduga dengan sengaja tidak memasukan persyaratan penyedia barang/jasa atau peserta tender wajib memiliki sertifikat laik operasi dalam spesifikasi teknis dokumen pengadaan untuk memfasilitasi Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V menjadi pemenang masing-masing pada Paket 1, Paket 2 dan Paket 3
    
    Penegakan hukum wajib mengacu kepada asas tekstual dan kontekstual, semoga PPK dan Pokja turut serta dalam mensukseskan pengadaan jasa pemerintah dengan mematuhi norma hukum dan norma sosial.