Kamis, 23 Maret 2017
SELAMAT JALAN UNTUK BUK PATMI DARI DUMAI
KAU KORBANKAN JIWA SERTA RAGA MU...
DEMI ANAK CUCU NIKMATI TANAH, AIR DAN UDARA....
HASIL TANI TIKET PERJUANGAN
TUK LAWAN PENGUASA
DIBIAYAI UANG RAKYAT...
PENGUASA SERAKAH...
PENGUASA PENINDAS...
GUNAKAN UANG RAKYAT UNTUK MEMBUNUH
GUNAKAN UANG RAKYAT MENINDAS
GUNAKAN UANG RAKYAT TUK PEMBODOHAN...
SELAMAT JALAN BUK PATMI....
KOTA DUMAI MENDOAKAN MU....
Minggu, 19 Maret 2017
INDUSTRI DAN KOMISI PENILAI AMDAL ANTI PP, PERPRES TENTANG TATA RUANG
Pertimbangan terbitnya PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU SUMATERA bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan ketentuan Pasal 123 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera.
Pada Mengingatnya sesuai dengan :
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5103);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 6 Februari 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO.
Kesimpulan sementara adalah:
1. Perusahaan selaku Pemrakarsa dalam penyusunan Kerangka Acuan (KA) AMDAL sangat sensitif untuk menjadikan UU, PP maupun Perpres Tentang tata ruang sebagai sebagai referensi untuk pertimbangan Pemrakarsa dalam penyusunan Dokumen KA AMDAL nya ???
2. Komisi Penilai AMDAL tidak memprioritaskan PP dan Perpres tentang tata ruang yang telah disahkan disaat Komisi Penilai AMDAL Kota Dumai mengadakan rapat tentang Pembahasan KA AMDAL hingga disetujuinya KA AMDAL perusahaan tertentu yang berada dikota Dumai.
Jika peraturan perundang-undangan pun diabaikan, bagaimana nasib masyarakat yang berada disekitar kawasan industri, bahkan masyarakat yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung sangat tidak mungkin perusahaan industri akan abaikan.
Teori Ekonomi adalah suatu pemikiran kapitalisme yang terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi dari era Yunani kuno sampai era sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali memikirkan tentang transaksi ekonomi dan membedakan di antaranya antara yang bersifat "natural" atau "unnatural". Transaksi natural terkait dengan pemuasan kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya oleh tujuan yang dikehendakinya. Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan kekayaan yang secara potensial tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan unnatural tak berbatas karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang sebagai sarana menuju akhir yang lain yaitu pemenuhan kebutuhan. Contoh dati transaksi ini disebutkan adalah perdagangan moneter dan retail yang dia ejek sebagai "unnatural" dan bahkan tidak bermoral.
Prinsip ekonomi adalah pedoman dalam melakukan kegiatan ekonomi dalam rangka mencapai perbandingan rasional antara pengorbanan yang dikeluarkan dan hasil yang diperoleh. Prinsip ekonomi menekankan untuk mencapai hasil maksimal dengan pengorbanan tertentu atau dengan pengorbanan seminimal mungkin dalam rangka mencapai hasil tertentu. Ada dua keuntungan yang bisa diperoleh bila kita menggunakan prinsip ekonomi. Pertama adalah kita dapat memaksimalkan keuntungan (dengan mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya). Kedua adalah kita dapat meminimalkan kerugian (dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya). Prinsip ekonomi berlaku baik dalam kegiatan produksi, kegiatan distribusi, mau pun kegiatan konsumsi.
Pembangunan Industri tanpa Ilmu Ekonomi tidak akan menghasilkan seperti yang digambarkan oleh Aristoteles. Bahkan hari ini terbukti bahwa Prinsip Ekonomi lah yang mengantarkan para Perusahaan Industri yang berada diDumai mengabaikan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.(em)
Pada Mengingatnya sesuai dengan :
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5103);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
Pasal 5
Penataan ruang Pulau Sumatera bertujuan untuk mewujudkan:
a. pusat pengembangan ekonomi perkebunan, perikanan, serta pertambangan yang berkelanjutan;
b. swasembada pangan dan lumbung pangan nasional;
c. kemandirian energi dan lumbung energi nasional untuk ketenagalistrikan;
d. pusat industri yang berdaya saing;
e. pusat pariwisata berdaya saing internasional berbasis ekowisata, bahari, cagar budaya dan ilmu pengetahuan, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition/MICE);
Penataan ruang Pulau Sumatera bertujuan untuk mewujudkan:
a. pusat pengembangan ekonomi perkebunan, perikanan, serta pertambangan yang berkelanjutan;
b. swasembada pangan dan lumbung pangan nasional;
c. kemandirian energi dan lumbung energi nasional untuk ketenagalistrikan;
d. pusat industri yang berdaya saing;
e. pusat pariwisata berdaya saing internasional berbasis ekowisata, bahari, cagar budaya dan ilmu pengetahuan, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition/MICE);
f. kelestarian kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan tetap
paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sumatera
sesuai dengan kondisi ekosistemnya;
g. kelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati hutan
tropis basah;
h. kawasan perkotaan nasional yang kompak dan berbasis mitigasi
dan adaptasi bencana;
i. pusat pertumbuhan baru di wilayah pesisir barat dan wilayah
pesisir timur Pulau Sumatera;
j. jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan
keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka
keterisolasian wilayah; dan
k. kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu
gerbang negara yang berbatasan dengan Negara India, Negara
Thailand, Negara Malaysia, Negara Singapura, dan Negara Vietnam
dengan memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan,
pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan
kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 148paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sumatera
sesuai dengan kondisi ekosistemnya;
g. kelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati hutan
tropis basah;
h. kawasan perkotaan nasional yang kompak dan berbasis mitigasi
dan adaptasi bencana;
i. pusat pertumbuhan baru di wilayah pesisir barat dan wilayah
pesisir timur Pulau Sumatera;
j. jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan
keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka
keterisolasian wilayah; dan
k. kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu
gerbang negara yang berbatasan dengan Negara India, Negara
Thailand, Negara Malaysia, Negara Singapura, dan Negara Vietnam
dengan memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan,
pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan
kelestarian lingkungan hidup.
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 6 Februari 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO.
Kesimpulan sementara adalah:
1. Perusahaan selaku Pemrakarsa dalam penyusunan Kerangka Acuan (KA) AMDAL sangat sensitif untuk menjadikan UU, PP maupun Perpres Tentang tata ruang sebagai sebagai referensi untuk pertimbangan Pemrakarsa dalam penyusunan Dokumen KA AMDAL nya ???
2. Komisi Penilai AMDAL tidak memprioritaskan PP dan Perpres tentang tata ruang yang telah disahkan disaat Komisi Penilai AMDAL Kota Dumai mengadakan rapat tentang Pembahasan KA AMDAL hingga disetujuinya KA AMDAL perusahaan tertentu yang berada dikota Dumai.
Jika peraturan perundang-undangan pun diabaikan, bagaimana nasib masyarakat yang berada disekitar kawasan industri, bahkan masyarakat yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung sangat tidak mungkin perusahaan industri akan abaikan.
Teori Ekonomi adalah suatu pemikiran kapitalisme yang terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi dari era Yunani kuno sampai era sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali memikirkan tentang transaksi ekonomi dan membedakan di antaranya antara yang bersifat "natural" atau "unnatural". Transaksi natural terkait dengan pemuasan kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya oleh tujuan yang dikehendakinya. Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan kekayaan yang secara potensial tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan unnatural tak berbatas karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang sebagai sarana menuju akhir yang lain yaitu pemenuhan kebutuhan. Contoh dati transaksi ini disebutkan adalah perdagangan moneter dan retail yang dia ejek sebagai "unnatural" dan bahkan tidak bermoral.
Prinsip ekonomi adalah pedoman dalam melakukan kegiatan ekonomi dalam rangka mencapai perbandingan rasional antara pengorbanan yang dikeluarkan dan hasil yang diperoleh. Prinsip ekonomi menekankan untuk mencapai hasil maksimal dengan pengorbanan tertentu atau dengan pengorbanan seminimal mungkin dalam rangka mencapai hasil tertentu. Ada dua keuntungan yang bisa diperoleh bila kita menggunakan prinsip ekonomi. Pertama adalah kita dapat memaksimalkan keuntungan (dengan mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya). Kedua adalah kita dapat meminimalkan kerugian (dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya). Prinsip ekonomi berlaku baik dalam kegiatan produksi, kegiatan distribusi, mau pun kegiatan konsumsi.
Pembangunan Industri tanpa Ilmu Ekonomi tidak akan menghasilkan seperti yang digambarkan oleh Aristoteles. Bahkan hari ini terbukti bahwa Prinsip Ekonomi lah yang mengantarkan para Perusahaan Industri yang berada diDumai mengabaikan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.(em)
KRITERIA LOKASI KAWASAN INDUSTRI
Berkembangnya suatu Kawasan Industri
tidak terlepas dari pemilihan lokasi kawasan industri yang akan dikembangkan,
karena sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor/variabel di wilayah lokasi
kawasan. Selain itu dengan dikembangkannya suatu Kawasan Industri juga akan
memberikan dampak terhadap beberapa fungsi di sekitar lokasi kawasan. Oleh sebab itu,
beberapa kriteria menjadi pertimbangan di dalam pemilihan Lokasi Kawasan Industri antara lain:
a.
Jarak ke Pusat Kota
Pertimbangan jarak ke pusat kota bagi
lokasi Kawasan Industri adalah dalam rangka kemudahan memperoleh fasilitas
pelayanan baik prasarana dan prasarana maupun segi-segi pemasaran.
Mengingat pembangunan suatu kawasan
industri tidak harus membangun seluruh sistem prasarana dari mulai tahap awal melainkan memanfaatkan
sistem yang telah ada seperti listrik, air bersih yang biasanya telah tersedia di lingkungan perkotaan, di mana kedua
sistem ini kestabilan tegangan (listrik) dan tekanan (air bersih) dipengaruhi faktor jarak, di samping
fasilitas banking, kantor-kantor pemerintahan yang memberikan jasa pelayanan
bagi kegiatan industri yang pada umumnya berlokasi
di pusat perkotaan, maka idealnya
suatu kawasan industri berjarak minimal 10
Km dari pusat kota.
b. Jarak
Terhadap Permukiman
Pertimbangan jarak terhadap permukiman
bagi pemilihan lokasi kegiatan industri, pada prinsipnya memiliki dua tujuan
pokok, yaitu:
1) Berdampak positif dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dan aspek
pemasaran produk. Dalam hal ini juga perlu dipertimbangkan adanya kebutuhan
tambahan akan perumahan sebagai akibat daripembangunan Kawasan Industri. Dalam
kaitannya dengan jarak terhadap permukiman di sini harus mempertimbangkan
masalah pertumbuhan perumahan, di mana sering terjadi areal tanah di sekitar
lokasi industri menjadi kumuh dan tidak ada lagi jarak antara perumahan dengan
kegiatan industri.
2) Berdampak negatif karena kegiatan industri menghasilkan polutan dan
limbah yang dapat membahayakan bagi kesehatan
masyarakat.
3)
Jarak terhadap permukiman yang ideal minimal 2 (dua) Km dari lokasi kegiatan industri.
c. Jaringan
Jalan Yang Melayani
Jaringan bagi kegiatan industri memiliki fungsi yang sangat penting
terutama dalam
rangka kemudahan mobilitas pergerakan dan tingkat pencapaian (aksesibilitas) baik
dalam penyediaan bahan baku, pergerakan manusia dan pemasaran hasil-hasil produksi.
rangka kemudahan mobilitas pergerakan dan tingkat pencapaian (aksesibilitas) baik
dalam penyediaan bahan baku, pergerakan manusia dan pemasaran hasil-hasil produksi.
Jaringan jalan yang baikuntuk kegiatan
industri, harus memperhitungkan kapasitas dan jumlah kendaraan yang akan akan
melalui jalan tersebut sehingga dapat diantisipasi sejak awal kemungkinan
terjadinya kerusakan jalan dan kemacetan. Hal ini penting untuk dipertimbangkan
karena dari kenyataan yang ada dari keberadaan Kawasan Industri pada suatu
daerah ternyata tidak mudah untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh
kegiatan industri terhadap masalah transportasi. Apabila hal ini kurang
mendapat perhatian akan berakibat negatif terhadap upaya promosi kawasan
industri.
Untuk pengembangan kawasan industri
dengan karakteristik lalu lintas truk kontainer dan akses utama dari dan ke
pelabuhan/bandara, maka jaringan jalan arteri primer harus tersedia untuk melayani
lalu- lintas kegiatan industri.
d.
Jaringan Fasilitas dan Prasarana
1) Jaringan Listrik
Ketersediaan jaringan listrik menjadi
syarat yang penting untuk kegiatan industri. Karena bisa dipastikan proses
produksi kegiatan industri sangat membutuhkan energi yang bersumber dari
listrik, untuk keperluan mengoperasikan alat-alat produksi. Dalam hal ini
standar pelayanan listrik untuk kegiatan industri tidak sama dengan kegiatan
domestik di mana ada prasyarat mutlak untuk kestabilan pasokan daya maupun
tegangan.
Kegiatan industri umumnya membutuhkan
energi listrik yang sangat besar, sehingga perlu dipikirkan sumber pasokan
listriknya, apakah yang bersumber dari perusahaan listrik negara saja, atau
dibutuhkan partisipasi sektor swasta untuk ikut membantu penyediaan energi
listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik industri.
2)
Jaringan Telekomunikasi
Kegiatan industri tidak akan lepas dari
aspek bisnis, dalam rangka pemasaran maupun pengembangan usaha. Untuk itulah
jaringan telekomunikasi seperti telepon dan internet menjadi kebutuhan dasar
bagi pelaku kegiatan industri untuk menjalankan kegiatannya. Sehingga
ketersediaan jaringan telekomunikasi tersebut
menjadi syarat dalam penentuan lokasi industri.
3)
Pelabuhan Laut
Kebutuhan prasarana pelabuhan menjadi
kebutuhan yang mutlak, terutama bagi kegiatan pengiriman bahan baku/bahan
penolong dan pemasaran produksi, yang berorientasi ke luar daerah dan ke luar
negeri (ekspor/impor). Kegiatan industri sangat membutuhkan pelabuhan sebagai
pintu ke luar masuk berbagai kebutuhan pendukung. Sebagaiilustrasiuntuk
memproduksi satu produk membutuhkan banyak bahan pendukung yang tidak mungkin
dipenuhi seluruhnya dari dalam daerah/wilayah itu sendiri, misalnya kebutuhan
peralatan mesin dan komponen produksi lainnya yang harus diimport, demikian
pula produk yang dihasilkan diharapkan dapat dipasarkan di luar wilayah/eksport
agar diperoleh nilai tambah/devisa. Untuk itu maka keberadaan pelabuhan/outlet
menjadi syarat mutlak untuk pengembangan kawasan industri.
e.
Topografi
Pemilihan lokasi peruntukan kegiatan
industri hendaknya pada areal lahan yang memiliki topografi yang relatif datar.
Kondisi topografi yang relatif datar akan mengurangi pekerjaan pematangan lahan
(cut and fill) sehingga dapat
mengefisienkan pemanfaatan lahan secara maksimal, memudahkan pekerjaan
konstruksi dan menghemat biaya pembangunan. Topografi/kemiringan tanah maksimal
15%.
f.
Jarak Terhadap Sungai Atau Sumber Air Bersih
Pengembangan Kawasan Industri sebaiknya
mempertimbangkan jarak terhadap sungai. Karena sungai memiliki peranan penting
untuk kegiatan industri yaitu sebagai sumber air baku dan tempat pembuangan
akhir limbah industri. Sehingga jarak terhadap sungai harus mempertimbangkan
biaya konstruksi dan pembangunan saluran- saluran air. Di samping itu jarak
yang ideal seharusnya juga memperhitungkan kelestarian lingkungan Daerah Aliran
Sungai (DAS), sehingga kegiatan industri dapat secara seimbang menggunakan
sungai untuk kebutuhan kegiatan industrinya tetapi juga dengan tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS)
tersebut. Jarak terhadap sungai atau sumber air bersih maksimum 5 (lima) Km dan
terlayani sungai tipe C dan D atau Kelas III dan IV.
g.
Kondisi Lahan
Peruntukan lahan industri perlu mempertimbangkan
daya dukung lahan dan kesuburan lahan.
1) Daya
Dukung Lahan
Daya dukung lahan erat kaitannya dengan
jenis konstruksi pabrik dan jenis produksi yang dihasilkan. Jenis konstruksi
pabrik sangat dipengaruhi oleh daya dukung jenis dan komposisi tanah, serta
tingkat kelabilan tanah, yang sangat
mempengaruhi biaya dan teknologi konstruksi yang digunakan. Mengingat bangunan industri membutuhkan
fondasi dan konstruksi
yang kokoh, maka
agar diperoleh efisiensi
dalam pembangunannya sebaiknya nilai daya dukung tanah
(sigma) berkisar antara ∂ 0,7-1,0 kg/cm2.
2) Kesuburan Lahan
Tingkat kesuburan lahan merupakan
faktor penting dalam menentukan lokasi peruntukan kawasan industri. Apabila
tingkat kesuburan lahan tinggi dan baik bagi kegiatan pertanian, maka kondisi lahan seperti ini harus tetap
dipertahankan untuk kegiatan pertanian dan tidak dicalonkan dalam pemilihan
lokasi kawasan industri. Hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya konversi lahan yang dapat mengakibatkan
menurunnya tingkat produktivitas pertanian, sebagai penyedia kebutuhan pangan
bagi masyarakat dan dalam jangka panjang
sangat dibutuhkan untuk menjaga ketahanan pangan (food security) di daerah-daerah. Untuk itu dalam pengembangan
industri, pemerintah daerah harus bersikap tegas untuk tidak memberikan ijin
lokasi industri pada lahan pertanian, terutama areal pertanian lahan basah
(irigasi teknis).
h. Ketersediaan
Lahan
Kegiatan industri umumnya membutuhkan
lahan yang luas, terutama industri-industri berskala sedang dan besar. Untuk
itu skala industri yang akan dikembangkan harus pula memperhitungkan luas lahan
yang tersedia, sehingga tidak terjadi upaya memaksakan diri untuk konversi
lahan secara besar-besaran, guna pembangunan kawasan industri. Sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor: 24 tahun 2009 luas lahan kawasan industri minimal 50 hektar.
Ketersediaan lahan harus memasukan
pertimbangan kebutuhan lahan di luar kegiatan sektor industri sebagai multiplier effectsnya, seperti kebutuhan
lahan perumahan dan kegiatan permukiman dan perkotaan lainnya. Sebagai
ilustrasi bila per hektar kebutuhan lahan kawasan industri menyerap 100 tenaga
kerja, berarti dibutuhkan lahan perumahan dan kegiatan pendukungnya seluas
1-1,5 Ha untuk tempat tinggal para pekerja dan berbagai fasilitas penunjang.
Artinya bila hendak dikembangkan 100 Ha
Kawasan Industri disuatu daerah, maka di sekitar lokasi harus tersedia lahan
untuk fasilitas seluas 100 - 150 Ha, sehingga total area dibutuhkan 200 - 250
Ha.
i. Harga Lahan
Salah satu faktor utama yang menentukan
pilihan investor dalam memilih lokasi peruntukan industri adalah harga
beli/sewa lahan yang kompetitif, artinya bila lahan tersebut dimatangkan dalam
arti sebagai kapling siap bangun yang telah dilengkapi prasarana penunjang
dapat dijangkau oleh para pengguna (user). Dengan demikian maka dalam pemilihan
lokasi Kawasan Industri sebaiknya harga lahan (tanah mentah) tidak terlalu
mahal.
Di samping itu sebagai syarat utamanya
agar tidak terjadi transaksi lahan yang tidak adil artinya harga yang tidak
merugikan masyarakat pemilik lahan, atau pemerintah mengeluarkan peraturan yang
dapat memberikan peluang bagi masyarakat untuk terlibat menanamkan modal dalam
investasi kawasan industri melalui lahan yang dimilikinya. Sehingga dengan
demikian membuka peluang bagi masyarakat pemilik lahan untuk merasakan langsung
nilai tambah dari keberadaan kawasan industri di daerahnya.
j.
Orientasi Lokasi
Mengingat Kawasan Industri sebagai
tempat industri manufaktur (pengolahan) yang biasanya merupakan industri yang
bersifat footlose maka orientasi
lokasi sangat dipengaruhi oleh aksesibilitas dan potensi tenaga kerja.
k.
Pola Tata Guna Lahan
Mengingat kegiatan industri di samping
menghasilkan produksi juga menghasilkan hasil sampingan berupa limbah padat,
cair dan gas, maka untuk mencegah timbulnya dampak negatif sebaiknya
dilokasikan pada lokasi yang non pertanian dan non permukiman, terutama bagi
industri skala menengah dan besar.
l.
Mulitiplier Effects
Pembangunan Kawasan Industri jelas akan
memberikan pengaruh eksternal yang besar bagi lingkungan sekitarnya. Dengan
istilah lain dapat disebut sebagai multiplier
effects. Dalam pertimbangan ini akan dibahas dari 2 aspek saja yaitu
pengaruh terhadap bangkitan lalu lintas dan juga aspek ketersediaan tenaga
kerja dalam kaitannya dengan kebutuhan berbagai fasilitas sosial.
Pembangunan suatu kawasan industri
(misalnya dengan luas 100 Ha) akan membangkitkan lalu lintas yang cukup besar
baik bangkitan karena lalu lintas kendaraan penumpang mengangkut tenaga kerja
maupun kendaraan trailer pengangkut barang (import dan eksport). Sebagai
ilustrasi dapat dilihat pada uraian berikut:
*
Bila diasumsikan rata-rata per
hektare lahan di kawasan industri menyerap 100 tenaga kerja, maka dengan luas 100 Ha akan terdapat
10.000 tenaga kerja. Selanjutnya diasumsikan bahwa tenaga level manager sebesar
3% atau 300 orang, level staff 20%
atau 2000 orang, dan buruh 7700 orang dengan komposisi penduduk lokal 500 dan 7200 adalah buruh pendatang.
*
Dari asumsi penduduk di atas,
diasumsikan bahwa yang akan membangkitkan lalu lintas (traffic) dengan perjalanan interregional adalah dari level manager
dengan penggunaan kedaraan pribadi dan staff dengan menggunakan bus (kapasitas 40 orang), maka bangkitan lalu lintas adalah sebesar 300 kendaraan pribadi + (2000/40=50bus) = 300 smp + 50x3 smp = 450
smp/hari.
*
Angkutan barang import sebesar
100x3 TEUS = 300 TEUS per bulan (1200
smp/bulan = 40 smp/hari) dan eksport
100x3,5 TEUS=350 TEUS/bulan = 57
smp/hari. Sehingga total angkutan barang mendekati 100 smp/hari.
*
Total bangkitan angkutan buruh dan barang menjadi 450 + 100 = 550 smp/hari.
Jika dikembalikan kepada effect bangkitan dari per hektare kawasan industri
adalah 5,5 smp/hari/hektare. Meskipun bangkitan yang diakibatkan oleh per
hektare kawasan industri terlihat tidak terlalu besar tetapi ada tuntutan untuk
penyediaan jalan dengan kualitas baik karena jalan yang disediakan akan dilalui
oleh angkutan berat.
*
Dalam perhitungan kebutuhan
berbagai fasilitas umum dan sosial sebagai akibat dari bertambahnya penduduk
karena faktor migrasi, dari asumsi di atas maka
terdapat 7200 tenaga kerja pendatang.
*
Untuk kebutuhan perumahan, bila
diasumsikan per 1,5 buruh membutuhkan 1 rumah, maka dibutuhkan 4800 rumah.
* Selanjutnya dengan
asumsi per unit
rumah membutuhkan lahan
150 m2, maka kebutuhan lahan
untuk
perumahan menjadi 720.000 m2 atau 72 hektare.
*
Jika tambahan kebutuhan lahan
untuk berbagai fasilitas umum dan sosial adalah 25% dari lahan perumahan, maka dibutuhkan tambahan lahan sekitar 18
hektare. Dengan demikian total kebutuhan lahan untuk perumahan dan fasilitas
umum dan sosial menjadi 90 hektare.
*
Dengan mengembangkan per hektare
kawasan industri akan dibutuhkan lahan untuk kegiatan penunjang dengan luas
yang hampir sama, atau dengan perkataan lain setiap hektare kawasan industri
akan membutuhkan areal pengembangan seluas 2
hektare.
*
Dalam perhitungan kebutuhan
fasilitas sosial digunakan asumsi bahwa setiap 1,5 buruh membentuk 1 KK maka
jumlah KK sebesar 4800 KK. Jika 1KK terdiri dari 4 orang,
maka jumlah penduduk yang bertambah adalah
19.200 orang. Maka akan dibutuhkan
lingkungan permukiman dengan fasilitas SLP dan SLA 3-4 buah, 1 Puskesmas, dan
fasilitas umum dan sosial lainnya seperti fasilitas rekreasi, peribadatan,
perbelanjaan, dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan, siapa yang akan
menyediakan kebutuhan tersebut.
Dari pembahasan di atas jelas bahwa
persoalan di luar Kawasan Industri akan berkembang cukup besar dan membutuhkan
perhatian dan penanganan yang serius. Untuk itu perlu kesiapan pemerintah
otonom yang akan memberikan ijin usaha kawasan industri.
Secara ringkas kriteria pertimbangan pemilihan
lokasi kawasan industri dan lokasi industri dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Kriteria Pertimbangan Pemilihan Lokasi Kawasan
Industri
Di samping kriteria lokasi dan
kebutuhan infrastruktur, kegiatan industri juga harus memenuhi standar teknis
tertentu, yang juga akan mempengaruhi pengalokasian ruang yang diperuntukkan
bagi kegiatannya.
Pemahaman terhadap standar teknis
kawasan industri diperlukan baik dalam rangka memilih lokasi yang tepat bagi
rencana lokasi kawasan industri maupun dalam menilai apakah rencana
pengembangan kawasan industri yang diusulkan oleh investor dapat memenuhi
berbagai prasyarat teknis, sehingga dapat menghindari terjadinya permasalahan
teknis dan lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut beberapa persyaratan
teknis kawasan industri akan diuraikan
sebagai berikut:
a. Kebutuhan Lahan
Pembangunan kawasan industri minimal
dilakukan pada areal seluas 50 hektar. Hal ini
didasarkan atas perhitungan
efisiensi pemanfaatan lahan atas biaya pembangunan yang
dikeluarkan, dan dapat
memberikan nilai tambah bagi pengembang.
Di samping itu setiap jenis industri
membutuhkan luas lahan yang berbeda sesuai dengan skala dan proses produksinya.
Oleh karena itu dalam pengalokasian ruang industri tingkat kebutuhan lahan
perlu diperhatikan, terutama untuk menampung pertumbuhan industri baru ataupun
relokasi.
Secara umum dalam perencanaan suatu
kawasan industri yang akan ditempati oleh industri manufaktur, 1 unit industri
manufaktur membutuhkan lahan 1,34 Ha. Artinya bila di suatu daerah akan tumbuh
sebesar 100 unit usaha industri manufaktur, maka
lahan kawasan industri yang dibutuhkan adalah seluas 134 Ha.
b. Pola
Penggunaan Lahan
Pola Penggunaan Lahan untuk pengembangan kawasan industri adalah sebagai
berikut:
* Luas
areal kapling industri maksimum 70%
dari total luas areal.
* Luas
ruang terbuka hijau (RTH) minimum 10%
dari total luas areal.
* Jalan dan
saluran antara 8 12% dari total luas areal.
* Fasilitas
penunjang antara 6 12% dari total luas areal.
Ketentuan tentang pemanfaatan tanah untuk bangunan
seperti Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau Building Coverage Ratio (BCR), Koefisien
Lantai Bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB) diatur sesuai dengan ketentuan Pemerintah Daerah
yang berlaku.
c. Sistim Zoning
Mengingat kawasan industri sebagai
tempat beraglomerasinya berbagai kegiatan industri manufaktur dengan berbagai
karakteristik yang berbeda, dalam arti kebutuhan utilitas, tingkat/jenis
polutan maupun skala produksi, dan untuk tercapainya efisiensi dan efektifitas
dalam penyediaan infrastruktur dan utilitas, serta tercapai efisiensi dalam
biaya pemeliharaan serta tidak saling mengganggu antar industri yang saling
kontradiktif sifat-sifat polutannya, maka diperlukan penerapan sistem zoning dalam perencanaan bloknya, yang didasarkan atas:
*
Jumlah limbah cair yang dihasilkan
* Ukuran
produksi yang bersifat bulky/heavy
* Polusi
udara Tingkat kebisingan
* Tingkat
getaran Hubungan antar jenis industri
d. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Apabila jenis-jenis industri yang akan berlokasi di
dalam kawasan industri berpotensi limbah cair, maka wajib dilengkapi dengan
IPAL terpadu yang biasanya mengolah 4 parameter kunci, yaitu BOD, COD, pH, dan
TSS. Sehubungan dengan IPAL terpadu hanya mengolah 4 parameter, maka pihak
pengelola wajib menetapkan standar influent yang boleh dimasukan ke dalam IPAL
terpadu, dan parameter limbah cair lain atau kualitas atas 4 parameter kunci
tersebut jauh di atas standar influent, maka wajib dikelola terlebih dahulu (pre treatment) oleh masing-masing
pabrik.
Dalam perencanaan sistim IPAL Terpadu yang hanya
mampu mengolah 4 parameter kunci (BOD, COD, TSS dan pH), sangat ditentukan oleh
2 faktor utama, yaitu:
1.
Investasi maksimal yang dapat disediakan oleh pengembang untuk membangun
sistim IPAL Terpadu dikaitkan dengan
luas kawasan industri, sehingga harga jual lahan masih layak jual.
2.
Peruntukan badan air penerima
limbah cair (stream) apakah merupakan
badan air klas I, II, III atau
IV sesuai dengan PP 82/2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Berlandaskan kedua faktor pertimbangan di atas,
dalam perencanaan suatu Kawasan Industri standar influent untuk keempat
parameter tersebut adalah sebagai berikut:
BOD:
400 - 600 mg/l
COD:
600 - 800 mg/l
TSS:
400 - 600 mg/l
pH:
4 - 10
Mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
3 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri yang dibuang
ke badan air harus memenuhi kriteria. (em)
Langganan:
Postingan (Atom)