MAKALAH
Menjadi seorang Pejabat Pembuat Komitmen PPK di sebuah instansi
pemerintah, bukanlah hal yang mudah. Namun bukan berarti tak mungkin dilakukan.
Yang membuat tidak mudah adalah karena beban tugas dan kewenangannya cukup
besar terutama dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah, yang merupakan
kegiatan utama setiap instansi. Bila pengadaan di suatu instansi tidak
berjalan, atau berjalan namun kurang benar, maka akan berpengaruh secara
langsung terhadap kinerja instansi tersebut. Dengan kondisi yang sedemikian,
maka perlu sekali pengetahuan yang komprehensif bagi PPK dalam memahami tentang
pengadaan barang/jasa pemerintah.
A.
PENDAHULUAN
Berdasarkan Perpres nomor 54 tahun 2010 dan diubah dalam Perpres
nomor 70 tahun 2012 pasa 11 ayat 1: PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) memiliki
tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:
a. Menetapkan rencana
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:
1) Spesifikasi teknis barang/jasa
2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
3) Rancangan kontrak
b. Dan seterusnya……
Tugas dan kewenangan PPK yang tersebut di atas, merupakan tugas
yang tidah ringan dalam suatu rangkaian pengadaan barang/jasa pemerintah.
Karena apabila dalam menyusun tiga hal di atas, maka akan bisa terjadi hal-hal
yang tidak inginkan.
Namun, beberapa waktu yang
lalu Pusdiklat Tenaga Administrasi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
menyelenggarakan diklat khusus untuk para PPK di lingkungan kementerian Agama
untuk meningkatkan kompetensinya dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya.
Hal mengejutkan terjadi pada saat ditemukan ada seorang PPK yang sudah menjabat
sebagai PPK selama lima tahun ternyata tidak mengetahui tugas dan
kewenangannya. Terutama tiga hal di atas, karena selama ini yang membuat adalah
panitia pengadaannya.
Hal ini tentu saja memprihatinkan, karena jika terjadi kesalahan
yang mengakibatkan pengadaan yang dilakukan dianggap tidak akuntabel karena
spesifikasi teknis dan HPS nya bermasalah, tentu seorang PPK lah yang harus
bertanggung jawab. Ini menjadi semakin menyedihkan jika ternyata Spesifikasi
teknis dan/atau HPS tersebut bukanlah hasil kerjanya. Tentu saja hal seperti
ini sama sekali tidak diharapkan.
Kesalahan umum yang terjadi bila pembuatan spesifikasi teknisnya
tidak benar adalah mengindikasikan pada produk/merk tertentu yang hal ini tidak
dibenarkan dalam perpres 54/2010 dan perubahannya. Dengan mengarah pada
produk/merk tertentu, bisa berakibat penyedia yang mampu menyediakan menjadi
sedikit jumlahnya, sehingga berpotensi lelang gagal. Selain itu, bisa juga
diindikasikan terjadi kongkalikong antara PPK dengan penyedia tertentu. Ini
juga bukan masalah yang kecil. Apapun itu, pembuatan spesifikasi teknis yang
tidak benar berpotensi pada mendapatkan barang/jasa yang bermasalah.
Adapun bila PPK salah menyusun dan menetapkan HPS, bisa berpotensi
lelang gagal jika HPS yang ditetapkan terlalu kecil/rendah, karena para
penyedia tidak ada yang bersedia mengikuti pelelangan tersebut. Alih-alih
mendapat untung, yang ada juga malah rugi. Jika sebaliknya yang terjadi, PPK
menetapkan HPS yang terlalu tinggi dari harga pasar dengan alasan yang tidak
jelas, maka hal ini bisa diindikasikan terjadi mark up. Hal ini bukan saja akan
mengakibatkan pengadaan yang tidak efisien, tapi lebih dari itu, PPK tersebut
bisa saja terkena tuduhan korupsi karena hal tersebut dipandang sebagai
kerugian negara. Ini sejalan dengan UU No. 31 Tahun 99 yang berbunyi: Setiap
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis ingin memberikan
sedikit ulasan tentang Spesifikasi teknis barang/jasa HPS untuk menambah
wawasan dan bisa dipergunakan sebagaimana mestinya untuk meminimalisir
kesalahan yang terjadi.
B.
PEMBAHASAN
1. SPESIFIKASI TEKNIS
BARANG/JASA
a. Pengertian Spesifikasi
Spesifikasi adalah uraian secara rinci mengenai persyaratan barang
dan jasa yang dibutuhkan atau kriteria-kriteria dari suatu barang atau jasa
yang diperlukan. Spesifikasi dalam mencapai tujuan pengadaan akan dikaitkan
antara lain dengan kualitas dan kinerja. Spesifikasi untuk pengadaan barang dan
jasa pemerintah adalah rincian atau kriteria-kriteria dari suatu barang atau
jasa yang diperlukan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
b. Penyusun Spesifikasi
Spesifikasi dibuat dan ditetapkan oleh PPK. Dalam hal PPK tidak
memiliki kompetensi yang cukup maka dapat dibantu oleh pihak lain, antara lain
orang-orang yang kompeten, yang berasal dari instansi sendiri atau dari luar
instansi, yang mereka ditetapkan sebagai tim teknis atau narasumber mengenai
spesifikasi.
Spesifikasi yang dibuat oleh pihak lain agar dicermati lagi,
karena penyusunan spesifikasi oleh pihak lain, tidak menggugurkan kewenangan
PPK dalam menyusun spesifikasi teknis tersebut.
c. Aturan/Ketentuan Spesifikasi
Ketentuan tentang spesifikasi barang/jasa selainterdapat di
Perpres 54/2010 danperubahannya, juga diatur dalam Peraturan Kepala LKPP (Perka
LKPP) nomor 14 tahun 2012, yang menyatakan:
Spesifikasi teknis barang atau spesifikasi teknis pekerjaan yang
meliputi :
(a) spesifikasi teknis benar-benar
sesuai dengan kebutuhan pengguna/penerima akhir;
(b) tidak mengarah kepada
merek/produk tertentu, kecuali untuk pengadaan suku cadang;
(c) memaksimalkan penggunaan
produksi dalam negeri; dan
(d) memaksimalkan penggunaan
Standar Nasional Indonesia (SNI).
(e) Identifikasi Informasi
Tentang Spesifikasi
d. Pertanyaan-pertanyaan
berikut adalah hal yang perlu dijawab dalam membuat spesifikasi :
1) Barang/jasa seperti apa yang sesungguhnya dibutuhkan (dalam hal
mutu, tipe, ukuran, kinerja, dan sebagainya).
2) Bagaimana mutu barang/jasa tersebut akan diukur.
3) Berapa banyak barang/jasa tersebut akan diperlukan.
4) Kapan banyak barang/jasa tersebut diperlukan.
5) Dimana banyak barang/jasa tersebut harus diserahkan.
6) Moda transportasi dan cara pengangkutan barang seperti apa yang
harus di persyaratkan
7) Persyaratan seperti apa yang harus dimiliki oleh Penyedia barang/
jasa agar mampu memasok dengan efektif.
8) Tanggung jawab Penyedia barang/jasa yang harus dipenuhi dan
informasi seperti apa yang akan diberikan kepada Penyedia barang/jasa.
e. Dampak Kegagalan Dalam Menyusun Dan Menetapkan Spesifikasi
Barang/Jasa
1) Kegiatan bisa terhenti sebagai akibat barang/jasa yang diperlukan
untuk pelaksanaan kegiatan organisasi tidak tersedia.
2) Barang yang dibeli mungkin rusak dan tidak dapat digunakan lagi
sebagai akibat kemasan yang tidak memadai (karena tidak dipersyaratkan dalam
spesifikasi).
3) Barang yang dibeli mengandung material yang dilarang Negara (karena
tidak dipersyaratkan dalam spesifikasi).
4) Mesin yang dibeli tidak bekerja sempurna atau tidak sesuai harapan.
5) Jumlah barang yang dibeli ternyata berlebih dan berdampak pada
peningkatan kebutuhan gudang dan kemungkinan kadaluarsa.
6) Penyedia barang/jasa ternyata tidak memberikan jasa pemeliharaan
dan /atau pelayanan purna jual.
f. Ketepatan Dalam Spesifikasi Barang/Jasa
Spesifikasi
yang disusun dengan tepat, akan memiliki karakteristik lima tepat yaitu :
1) Tepat jumlah artinya barang/jasa yang dibeli
atau diadakan tidak berlebih atau kurang dari yang dibutuhkan.
2) Tepat mutu artinya mutu barang/jasa yang
dibeli sesuai sehingga dapat memenuhi kebutuhan Pengguna Barang/Jasa. Sehingga
sasaran pengadaan efektif (berhasil guna) tercapai.
3) Tepat waktu artinya kedatangan barang/jasa
yang dibutuhkan tidak terlambat atau lebih cepat sehingga tidak membutuhkan
tempat penyimpanan.
4) Tepat lokasi artinya barang/jasa yang diterima
tepat pada lokasi yang membutuhkan. Salah pengiriman barang/jasa ketempat yang
tidak membutuhkan akan menimbulkan tambahan biaya yang tidak perlu sehingga
sasaran pengadaan efisien (berdaya guna) tidak tercapai.
5) Tepat aturan dapat dipertanggung jawabkan
secara hukum formal. Atau dengan kata lain tidak melanggar peraturan perundang
undangan yang berlaku
g. Sumber Spesifikasi
Untuk Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah
Banyak cara untuk menyusun
spesifikasi berdasar asal data spesifikasi, dalam penulisan ini diambil
beberapa saja yang memudahkan dalam pemahaman kita. Spesifikasi bisa diperoleh
dari :
a.
brosur atau penjelasan produk
b.
kinerja
c.
standar
d.
ahli /konsultan
e.
catalog inaproc
f.
dan lain-lain
h. Bentuk Spesifikasi
1) Merk
Dalam metode pemilihan
dengan pengadaan langsung dapat disebut merek.
Merek tidak boleh disebut ketika pengadaan dilakukan dengan pelelangan,
kecuali untuk pengadaan suku cadang.
Penyedia dalam melakukan
penawaran boleh menyebut merek.
Dalam kontrak harus dinyatakan dengan jelas merek barang.
Dalam kontrak harus dinyatakan dengan jelas merek barang.
2). Standarisasi
i. Standar berdasar penetapan petunjuk teknis
Standar berdasar hal ini
dapat dijumpai dalam pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan,
pembangunan konstruksi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian/Lembaga
lainnya.
Contoh: spesifikasi
standar untuk jalan ada di Peraturan Kemen PU (Ditjen Bina Marga) untuk jalan
beton (rigid pavement) dan untuk jalan aspal (flexible pavement).
ii. Standar Industri
Standar Industri dibuat
oleh produsen barang dan jasa.
iii. Standar Nasional
Standar Nasional dibuat
oleh masing-masing Negara, seperti SNI.
iv. Standar Regional
Standar Regional dibuat
untuk kawasan tertentu seperti standar Uni Eropa.
v. Standar Internasional
Standar ini seperti
standar dari WHO
3) Sampel/brosur
Sampel sering digunakan bila spesifikasi agak sulit dijelaskan
dalam kata-kata, misalnya diperlukan warna atau bentuk yang spesifik. Dengan
beberapa brosur dikaji apakah kebutuhan dapat dipenuhi oleh banyak penyedia
sehingga dapat dilelangkan.
4) Spesifikasi teknik
Spesifikasi teknis adalah uraian yang menjelaskan kemampuan teknis
suatu barang/jasa dan biasanya diiringi dengan gambar desain yang detail
beserta penjelasan singkat dari gambar desain.
5) Spesifikasi komposisi
Spesifikasi komposisi menyebutkan unsur-unsur yang harus ada dalam
barang dan jasa yang dibutuhkan. Pengadaan bahan-bahan kimia, lebih cocok
menerapkan spesifikasi komposisi.
6) Spesifikasi fungsi dan kinerja
Spesifikasi menekankan kepada fungsi yang dibutuhkan atau kinerja
yang diperlukan.
2. HARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS)
a. Pengertian HPS
HPS atau Harga Perkiraan Sendiri adalah hasil perkiraan harga dari
data-data harga barang/ jasa yang dikalkulasikan secara keahlian, yang
ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen yang digunakan untuk menentukan
kewajaran harga penawaran oleh pokja ULP atau pejabat pengadaan.
b. Kegunaan HPS
1) Alat untuk menilai
kewajaran penawaran harga termasuk rinciannya
2) Dasar menghitung nilai
jaminan penawaran
3) Dasar untuk menetapkan
batas tertinggi penawaran yang sah
4) Dasar untuk menetapkan
besaran Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80%
nilai total HPS
c. Penyusun HPS
HPS disusun dan ditetapkan oleh PPK. Namun bila PPK tidak kompeten
atau tidak memiliki waktu dalam pembuatan HPS maka dapat meminta jasa dari
konsultan untuk membuatkan HPS. HPS yang dibuat oleh konsultan agar direview
yaitu apakah sudah benar susunan HPS, hasil operasi perhitungannya dan diupdate
harga pasarnya.
d. Sumber data yang dipakai untuk menyusun HPS
1) harga pasar setempat yaitu harga barang dilokasi barang diproduksi/
diserahkan/ dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan barang;
2) informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan
Pusat Statistik (BPS);
3) informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh
asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
4) daftar biaya/tarif Barang yang dikeluarkan oleh
pabrikan/distributor tunggal;
5) biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan
memper-timbangkan faktor perubahan biaya;
6) inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah
Bank Indonesia;
7) hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang dilakukan
dengan instansi lain maupun pihak lain;
8) norma indeks; dan/atau
9) informasi lain yang dapat dipertanggung-jawabkan.
e. Ketentuan Umum HPS
1) HPS memperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2) HPS memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead maksimal 15%
3) HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain
dan Pajak Penghasilan PPh Penyedia
4) Nilai total HPStidak rahasia
5) Nilai rincian HPS rahasia, kecuali yang sudah ada dalam dokumen
anggaran
6) HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian Negara
7) HPS ditetapkan paling lama 28 hari kerja sebelum batas akhir
pemasukan penawaran untuk pascakualifikasi dan ditambah masa prakualifikasi
untuk pemilihan dengan prakualifikasi
f. HPS Berdasar Tingkatan Penyedia
Seringkali dalam menyusun HPS kita kesulitan menentukan harga yang
diambil dari level penyedia mana. Selain berdasar nilai paketnya, kita bisa
memperhatikan tingkatan penyedia yang akan mengikuti pelelangan, juga berdasar
keterbatasan barang/jasa di pasaran karena adakalanya barang/jasa tersebut
jarang/tidak umum ditransaksikan. Hal ini sangat mempengaruhi dalam menentukan
nilai HPS. Adapun tingkatan penyedia adalah sebagai berikut:
1) Pabrikan
Pengadaan melalui pelelangan dapat dilakukan dengan peserta
pabrikan bila pabrikan biasa melayani untuk skala jumlah kecil atau sedikit dan
harganya memang lebih murah dari level dibawahnya. Untuk skala jumlah banyak
disarankan dapat melakukan pelelangan dengan peserta pabrikan. Bila levelnya
pabrikan maka HPS dibuat dengan harga di level pabrikan.
2) Distributor/agen
Bila barang/jasa dalam kebiasannya memang dilakukan oleh
distributor atau agen maka pengadaan dilakukan kepada distributor atau agen.
Harga HPS dibuat pada level agen atau distributor. Dapat terjadi kebiasaan
transaksi dilakukan dengan pengecer, namun karena skala kebutuhan yang besar
maka digunakan HPS di level distributor.
3) Pengecer
Pengadaan skala kecil lebih sering dilakukan kepada para pengecer.
Namun untuk skala kecil yang dalam prakteknya para pengecer bukan penyedianya
maka dilakukan kepada distributor atau agen.
HPS untuk pengecer adalah harga jual yang umumnya adalah harga
jual rata-rata. Harga tersebut karena sudah harga jual maka tidak perlu ditambahkan
keuntungan lagi.
g. Survey Harga Perkiraan Sendiri
Data dari hasil survey data harga pasar setempat. didokumentasikan
berupa : data tertulis berupa surat atau daftar harga dari penyedia, catatan
pembicaraan telpon, SMS, wawancara lisan, brosur, data catalog dari penjual,
fotocopy data BPS, print out data internet, nota/kuitansi pembelian, data kontrak
yang telah dilakukan dsb.
Misal informasi yang diperoleh melalui SMS, dapat dicatat tanggal
jam menit berapa, nama barang/jasa, sumber informasi (nama usaha dan nama orang
pemberi informasi, jabatan pemberi informasi, harga barang/jasa, spek
barang/jasa, harga tersebut sudah termasuk keuntungan atau belum, apakah ada
biaya pengiriman/pemasangan, sudah termasuk PPN atau belum, ada potongan harga
atau tidak untuk pembelian sejumlah tertentu dsb.
Data pasar tersebut tidak harus berupa jawaban tertulis dari obyek
survei yang harus distempel. Data-data tersebut dikoleksi atau berupa
catatan-catatan (kertas kerja) yang kemudian diwujudkan dalam tabel berupa Harga
Perkiraan Sendiri. Jadi HPS dibuat secara profesional, yang dokumen HPS
tersebut dilampiri kertas kerja perhitungan dan catatan mengenai informasi
harga barang/jasa.
h. Diskon Yang Diterima Penyedia Dari Distributor / Pabrikan
Diskon, rabat, potongan harga yang diterima oleh pegawai negeri
harus disetor ke Kas Negara. Dalam membuat HPS untuk pengadaan dalam skala
besar, perlu adanya memperhitungkan potongan harga. Untuk skala kecil
dimungkinkan adanya potongan harga bila penyedia mempunyai tujuan untuk :
1.
menghabiskan stok atau keberlangsungan bisnis
2. ada
tipe/model barang baru lagi yang akan diluncurkan.
3. spare
part atau jaringan penjualan/ pelayanan yang ada dinilai tidak efisien bagi
penyedia sehingga menurut pandangan produsen produknya perlu dihabiskan.
HPS perlu dibuat dengan benar untuk volume yang akan kita adakan,
dengan melihat level penyedia. Untuk skala tertentu perlu melihat siapakah
penyedia kita ? Pengecer, agen, distributor atau pabrikan. Kemudian harga pasar
yang wajar mana yang akan diambil dalam ukuran volume yang akan kita adakan.
Strategi potongan harga adalah cara dari produsen untuk memelihara
jaringan distribusi, target profit pemasaran atau strategi bisnis dan strategi
modal. Bila suatu perusahaan/ seseorang menjadi penyedia di tempat kita
kemudian diketahui mendapat potongan harga dari pabrikannya, maka itu adalah
kemampuan dan keahlian penyedia untuk memaksimalkan keuntungan. Potongan harga
yang diperoleh oleh penyedia adalah hak dari penyedia, sehingga tidak boleh diminta
oleh kita untuk disetor ke kas negara/daerah.
Adanya potongan harga yang diperoleh penyedia, bukanlah merupakan
suatu kerugian negara bila kita telah membuat HPS dengan benar dan harga pasar
yang wajar. Tetapi potongan harga yang diterima oleh suatu instansi atau
pegawai adalah hak negara/daerah sehingga wajib disetorkan ke kas negara atau
kas daerah.
C. PENUTUP
Berdasar uraian di atas, maka sangat disarankan kepada para PPK
untuk senantiasa mempelajari yang menjadi tugas dan kewenangannya agar bisa
dijalaninya dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. Dalam memperdalam
pengetahuan dan kemampuan menyusun spesifikasi teknis dan HPS dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah yang merupakan tulang punggung aktivitas instansi, dapat
dilakukan dengan banyak hal, antara lain:
1. Membaca Perpres 54/2010 dan perubahannya
2. Membaca buku-buku tentang pengadaan barang/jasa pemerintah yang
banyak ditawarkan di toko-toko buku maupun yang dijual secara on line
3. Membaca blog-blog tentang pengadaan dan keuangan yang sudah banyak
di internet
4. Mengikuti pelatihan-pelatihan tentang pengadaan barang/jasa
pemerintah untuk meningkatkan kompetensi, baik pelatihan yang diselenggarakan
instansi pemerintah maupu yang diselenggarakan oleh lembaga swasta
5. Sering bertanya bila menemui kesulitan dalam menjalankan tugasnya.
Baik itu bertanya kepada sesama rekan kerja, pengelola blog pengadaan, bahkan
bertanya kepada LKPP sebagai instansi yang mengeluarkan peraturan tentang
pengadaan barang/jasa pemerintah
6. Menjadi anggota milis-milis pengadaan yang kini sudah banyak,
sehingga selalu up to date dengan masalah-masalah baru di dunia pengadaan
DAFTAR PUSTAKA
1. Perpres nomor 54 tahun 2010 dan perubahannya Perpres nomor 70 tahun
2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
2. Peraturan
Kepala LKPP nomor 14 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Perpres no. 70/2012
3. Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
4. Undang undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 7 tahun 2011
8. Mudjisantosa, SE, MM, 2013. Memahami Spesifikasi, HPS, dan Kerugian
Negara. CV. Primaprint.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar